TikTok Shop Gerus Omzet UMKM, DPR: Platform Digital Harus Tunduk Regulasi RI
- DPR RI
Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin menyoroti sepinya pembeli di Pasar-pasar konvensional lantaran masifnya social commerce dimana media sosial seperti TikTok menyediakan layanan e-commerce sehingga memungkinkan penggunanya untuk melakukan transaksi jual-beli melalui platform tersebut.
Nurul Arifin menyatakan bahwa pada dasarnya, Indonesia terbuka dengan pelaksanaan e-commerce di dunia digital. E-commerce merupakan perwujudan dari digitalisasi ekonomi Indonesia, di mana itu menjadi salah satu program pembangunan utama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Meski begitu, kata dia, memang yang nampak saat ini adalah pasar-pasar konvensional menjadi sepi karena memang kemudahan yang ditawarkan oleh e-commerce.
Dari sisi penjual, tentu dengan adanya e-commerce membuat beban biaya mereka seperti biaya sewa tempat menjadi sangat minim. Begitu pula dari sisi pembeli, di mana konsumen bisa dengan mudah memilih produk dan jasa melalui telepon genggam.
Nurul Arifin juga menyebutkan bahwa fenomena ini terjadi hampir di seluruh wilayah, terutama kota besar. Pasar konvensional, seperti Pasar Tanah Abang di Jakarta ataupun Pasar Andir di Bandung merasakan dampak dari digitalisasi ekonomi.
“Sekarang ini perlu kita lakukan sosialisasi kepada masyarakat luas agar mereka bisa turut beradaptasi dengan perkembangan teknologi ini. Jangan sampai digitalisasi ekonomi hanya dirasakan oleh para perusahaan besar saja. Namun, kita harus memiliki pola pikir bahwa seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok pra-sejahtera pun dapat juga memanfaatkan perubahan pola konsumsi yang terjadi ini,” kata Nurul dalam keterangannya diterima Jumat, 22 September 2023.
Diterangkannya, digitalisasi ekonomi membuat sekat dan beban untuk membuka usaha atau berdagang menjadi sangat rendah. Sehingga harapannya, Indonesia ke depan dapat menjadi raksasa dalam perekonomian digital sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Lebih jauh Nurul Arifin menyampaikan bahwa di sisi lain, pihaknya mendorong para penyedia layanan e-commerce untuk mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia. Sesuai dengan regulasi yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan bahwa izin antara platform sosial media dengan platform e-commerce itu berbeda.
“Meskipun transaksi ekonomi digital itu trans-border atau bisa melintasi antar negara, kami menekankan agar seluruh platform tetap mengikuti seluruh aturan dan regulasi yang berada di wilayah hukum Indonesia,” kata Nurul.
Pasal 40 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyebutkan bahwa Pemerintah wajib melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan Transaksi Elektronik.
Aturan pada UU ITE pula yang menjadi salah satu dasar hukum pembentukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
“Permendag 50/2020 ini yang Pemerintah akan revisi untuk mempertegas posisi platform sosial media dan platform e-commerce agar tidak merugikan produsen lokal,” imbuhnya.
Dibuat Aturan
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan pihaknya tengah menyiapkan strategi untuk mengatur social commerce, seperti TikTok, tidak bisa menjalankan dua bisnis secara bersamaan yakni media sosial dan e-commerce (TikTok Shop).
Menurut pria yang akrab disapa Zulhas itu, social commerce yang ada saat ini berpengaruh terhadap industri konvensional. UMKM bahkan terancam gulung tikar akibat praktik bisnis seperti ini.
TikTok sebagai media sosial yang banyak digunakan masyarakat, tapi di sisi lain mereka juga memiliki fitur jual beli di dalamnya. Sehingga, selain media sosial, aplikasi tersebut dikatakan Zulhas juga sebagai e-commerce.
"Itu sedang kita atur, kita tata agar tidak merugikan UMKM," kata Zulhas mengunjungi Pasar Natar, Lampung, Rabu, 20 September 2023.
Zulhas menegaskan pemerintah saat ini tengah membuat aturan main platform media sosial sekaligus e-commerce seperti TikTok.
Hal itu dilakukan dengan cara revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
"Hal ini jika tidak diatur industri konvensional bisa bangkrut. Oleh karena itu kami tata melalui aturan," beber Zulhas.
Zulhas mengaku sudah mengusulkan aturannya, sosial media tidak bisa otomatis menjadi e-commerce. "Kalau menjadi e-commerce harus izin untuk berdagang, dan e-commerce tidak boleh menjadi produsen," tegasnya