Jokowi Didorong Percepat Pengesahan Perpres Strategi Nasional Bisnis dan HAM

Presiden Joko Widodo (kanan) menyambut kedatangan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol (kiri) sebelum melakukan pertemuan di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU

Jakarta - Pemerintah RI sejak 2011 telah mengadopsi norma bisnis dan HAM yang dikeluarkan United Nations Working Group on Business and Human Rights (UNWG) dalam bentuk United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). Dengan itu, diharapkan bisa memastikan tanggung jawab negara dan sektor korporasi dalam menjalankan bisnis. 

Cerita Kapolri Ingat Pujian Atraksi Pasukan Brimob dari Jokowi dan Prabowo

Peneliti Bisnis dan HAM SETARA Institute, Nabhan Aiqani mengatakan setelah lebih dari 10 tahun, kinerja pemerintah dalam pemajuan bisnis dan HAM masih berada pada tingkat basic to improving. "Yakni masih pemula menuju langkah pemajuan," kata Nabhan, dalam keterangannya, Rabu, 13 September 2023 

Dia menjelaskan ada 11 indikator yang digunakan sebagai alat ukur yang ditetapkan UNGPs. Menurut dia, dalam 11 indikator itu, pemerintah RI telah membukukan capaian pada tingkat basic untuk 5 indikator. "Pada tingkat improving untuk 5 indikator dan pada tingkat established untuk 1 indikator," ujarnya.

Jokowi dan Kaesang Turun Gunung 'Kampanyekan' Paslon Respati-Astrid di Pasar Klitikan Solo

Pun, dia menambahkan untuk capaian inovasi normatif didukung kinerja Kementerian Hukum dan HAM yang saat ini berada pada tahap finalisasi dokumen Peraturan Presiden atau Perpres tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM. Selanjutnya, pembentukan Gugus Tugas Nasional (GTN) dan Gusus Tugas Daerah (GTD) Bisnis dan HAM.  

"Selain itu, pemerintah Indonesia telah meratifikasi 10 Instrumen HAM internasional utama dan 8 Konvensi Inti ILO (The Core ILO Conventions) yang relevan dengan kewajiban perlindungan negara terhadap HAM," jelasnya.

Pemerintah akan Lanjutkan Fondasi Kuat Pembangunan Nasional Warisan Jokowi

Peneliti Bisnis dan HAM SETARA Institute Nabhan Aiqani,

Photo :
  • istimewa

Lebih lanjut, dalam catatan pihaknya dilaporkan kinerja pemerintah dala status pemajuan bisnis dan HAM. Kata dia, diketahui negara sudah punya modalitas regulasi dan peraturan nasional untuk mengakselerasi pematuhan bisnis dan HAM (BHAM). 

Nabhan menekankan dalam penelitian pihaknya ditemukan 54 jenis peraturan dalam berbagai hirarki. Rincian peraturan yang banyak itu meliputi 32 Undang-Undang, 4 Peraturan Pemerintah, 4 Peraturan Presiden, 3 Instruksi dan Keputusan Presiden, 6 Peraturan dan Keputusan Menteri, serta 5 Peraturan Badan/Lembaga yang promotif terhadap pemajuan BHAM. 

"Di sisi lain, posisi basic to improving dari kinerja negara ini menjadi semakin lambat disebabkan masih ditemukan peraturan perundang-undangan dan regulasi-regulasi regresif yang berpotensi menghambat efektivitas implementasi prinsip BHAM," tuturnya.

Dia menyinggung peraturan itu antara lain UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Ia menyebut dalam UU itu mengizinkan pelibatan TNI dalam penanganan stabilitas nasional dan terhambatnya pembangunan nasional.

Lalu, ada juga UU No. 3/2020 tentang Perubahan UU Mineral dan Batubara, yang menekankan tidak boleh ada upaya setiap orang untuk merintangi kegiatan usaha pertambangan. Kemudian, UU 11/2020 Cipta Kerja sebagaimana diubah dengan UU 6/2023, yang berdampak buruk bagi perlindungan buruh atau pekerja.

"Temuan regresif lainnya regresif adalah pemerintah hanya memberi respons parsial atas rekomendasi-rekomendasi Badan HAM PBB pada aspek-aspek Bisnis dan HAM. Pemerintah belum memiliki pengaturan wajib (mandatory) uji tuntas HAM," ujarnya.

Kemudian, ia menyoroti pemerintah belum menyediakan dan memfasilitasi inisiatif untuk memastikan terwujudnya mekanisme pemulihan yang efektif atas tindakan pelanggaran oleh entitas bisnis sebagaimana mandat UNGPs. 

"Penelitian ini merekomendasikan agenda bagi pemerintah, antara lain mempercepat pengesahan Perpres Strategi Nasional Bisnis dan HAM," ujarnya.

Dia menambahkan, dengan peneltian itu juga perkuat peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan agenda aksi BHAM pada sektor-sektor bisnis dengan dampak HAM paling krusial. 

"Mendorong konsistensi pemenuhan pada aspek formal dan legal dengan praksis implementasi prinsip BHAM, secara gradual menuju kebijakan mandatori Uji Tuntas HAM bagi sektor bisnis," katanya. 

Selain itu, mengagendakan evaluasi dan perubahan peraturan perundang-undangan yang kontradiktif dengan upaya pemajuan prinsip BHAM di Tanah Air. Lalu, diharapkan bisa mendorong penguatan pada aspek remediasi (pemulihan HAM terhadap korban.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya