Ketua Komnas Perempuan: 'The Power of Emak-emak' Implikasinya Positif dan Negatif
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Ketua Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani menilai budaya dan sistem politik di Indonesia belum ideal dan adil untuk keterlibatan perempuan di ranah publik termasuk politik. Sebab, masih banyak stereotipe yang dilekatkan kepada perempuan yang di satu sisi bermakna positif tetapi pada saat yang sama juga bernuansa negatif.Â
Istilah "the power of emak-emak", merujuk pada ungkapan terhadap kaum perempuan, berimplikasi baik sekaligus buruk, apalagi kalau berurusan dengan ranah publik, kata Andy dalam wawancara eksklusif dengan VIVAÂ pada program The Interview di Jakarta, 4 September 2023.
Dalam beberapa kasus, katanya, masih banyak ditemui pandangan meragukan terhadap kepemimpinan perempuan. Kadang-kadang, pada saat yang sama dimunculkan istilah "the power of emak-emak" untuk memberi penilaian terhadap peran perempuan dalam ranah publik atau politik.
"The power of emak-emak positif-negatif implikasinya, gitu kan, karena emak-emak dianggapnya ngeyel, kalau dikasih tahu enggak mau dengerin, gitu kan. Jadi, ya udah deh, males, ya udah deh," katanya, mencontohkan sikap dan pandangan sebagian kalangan terhadap perempuan.
Di sisi lain, katanya, ada semacam kesamaan pandangan bahwa kalau menyangkut hal prinsip dan ideologis, termasuk urusan nasib anak, emak-emak tak akan mundur barang sejengkal untuk memperjuangkan.
"The power of emak-emak, atau kita mau bilang, ibu-ibu itu dia akan berdiri tegas, kukuh, ketika persoalan yang paling mendasar yang menjadi pertaruhannya, misalnya, dia enggak akan mundur kalau akan ditanya nanti [atau] besok anak saya bisa makan atau enggak," ujarnya.
Contoh pemaknaan negatif lain terhadap perempuan, dia mencontohkan, kalau politikus laki-laki membicarakan secara intensif isu tertentu, dia akan dianggap gigih dalam memperjuangkan prinsipnya. "Perempuan, kalau ngomong berkali-kali, [kerap dikatakan] 'itu-itu aja diomongin', gitu kan," katanya.
"Jadi," dia menekankan, "ada respons yang berbeda terhadap situasi yang sama hanya karena siapa yang menyampaikan itu, apakah dia laki-laki atau perempuan."