KPK Cekal Wali Kota Bima Keluar Negeri Selama Enam Bulan
- VIVA/Zendy Pradana
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pencekalan terhadap Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Lutfi. Dia dicekal agar tidak bepergian keluar negeri karena telah dijadikan tersangka dalam dugaan kasus pengadaan barang dan jasa di Proyek Fiktif PUPR hingga BPBD Bima.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, bahwa pencegahan terhadap tersangka dalam kasus korupsi di Bima itu dilakukan demi melancarkan proses penyidikan di lembaga antirasuah.
"Kemudian, sebagai upaya memperlancar proses penyidikannya, apakah orang yang ditetapkan sebagai tersangka tadi itu dicegah keluar negeri, iya, kami sampaikan betul, dilakukan cegah agar tidak bepergian ke luar negeri," ujar Ali Fikri kepada wartawan yang dikutip Jumat 1 September 2023.
Ali menyebutkan bahwa pencegahan itu berlaku dalam kurun waktu enam bulan ke depan untuk Muhammad Lutfi yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka. Dia menjelaskan bahwa surat pencegahan itu sudah diajukan kepada Dirjen Imigrasi, dan akan terjadi perpanjangan jika dibutuhkan.
"Suratnya sudah diajukan ke Kemenkumham, Ditjen Imigrasi terhadap satu orang agar tidak bepergian ke luar negeri selama 6 bulan sejak Agustus ini sampai nanti 6 bulan ke depan, dan itu pun dapat diperpanjang kembali untuk kebutuhan proses penyidikan yang sedang kami lakukan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pelbagai penggeledahan di sejumlah lokasi di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Penggeledahan itu sudah dilakukan mulai dari kantor Wali kota hingga rumah wali kota Bima Muhammad Lutfi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan bahwa adapun kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan wali kota Bima terkait dengan pengadaan barang dan jasa proyek fiktif yang dilakukan di Dinas PUPR Kota Bima.
"Jadi pengadaan barang dan jasa dan proyek, ada proyek fiktif juga di PUPR,"Â ujar Ali Fikri yang dikutip Jumat 1 September 2023
Ali menjelaskan bahkan pengadaan barang dan jasa proyek fiktif itu juga terjadi di BPBD setempat. Bahkan, dugaan kasus ini pun juga menyasar pada kasus gratifikasi.
"Dan kemudian di BPBD itu juga ada proyek-proyek yang diduga kemudian ada turut serta dalam pemborongannya," bebernya.