ELSAM: 15 Tahun Diusulkan, Pengadilan HAM Ad Hoc Pengilangan Orang Secara Paksa Tak Pernah Dibentuk

Diskusi soal pengadilan HAM ad hoc penghilangan orang secara paksa
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar mengatakan pengadilan HAM ad hoc penghilangan orang secara paksa yang diwacanakan dibentuk itu harus persetujuan oleh DPR ke presiden.

Kasasi Ditolak MA, Sritex Dinyatakan Tetap Pailit

“Rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPR pada tahun 2009 itu kan rekomendasi kelembagaan. Jadi DPR sebagai lembaga negara mengeluarkan rekomendasi kepada presiden sebagai pemimpin tertinggi eksekutif untuk membentuk pengadilan Ham ad hoc. Faktanya 15 tahun kemudian pengadilan tersebut tidak pernah dibentuk,” kata Wahyudi di Jakarta, Kamis, 31 Agustus 2023.

Dia menambahkan, justru orang -orang yang menjadi bagian dari kasus tersebut duduk atau berada di dalam lingkaran kekuasaan itu sendiri.

Masa Reses DPR, Once Mekel Datangi Dapil Serap Aspirasi Soal KJP hingga Kartu Lansia

Diskusi soal pengadilan HAM ad hoc penghilangan orang secara paksa

Photo :
  • Istimewa

Wahyudi menjelaskan, dalam kasus penghilangan orang secara paksa, berlaku satu teori atau konsep yang disebut sebagai continuing crime atau kejahatan yang terus berlanjut sepanjang para korban belum ditemukan atau belum jelas statusnya. 

PBB Tunjuk Alumni IPB Yurdi Yasmi Jadi Direktur FAO

“Jadi kejahatan itu masih berjalan. Artinya kejahatan penghilangan orang secara paksa yang diakui di dalam hukum internasional hak asasi manusia dan hari ini bahkan diakui dalam KUHP kita itu kejahatannya masih berlanjut,” kata dia. 

Dia menambahkan, aktivitas 97/98 yang masih hilang belum jelas statusnya, apakah masih ada atau sudah meninggal. Negara belum memberikan statusnya. Sehingga kejahatan penghilangan paksa 97/98 masih terus berlangsung. 

Diskusi soal pengadilan HAM ad hoc penghilangan orang secara paksa

Photo :
  • Istimewa

“Artinya negara hingga hari ini masih terus melakukan kejahatan Ketika dia tidak mengambil tanggungjawab untuk menuntaskan kasus ini, termasuk mengesahkan konvensi anti penghilangan orang secara paksa. Konvensi ini penting sebagai jaminan untuk tidak mengulangi perilaku atau Tindakan serupa,” ucap dia.

Sementara itu, Peneliti Setara Institute, Hsan menambahkan, penyelesaian kasus penghilangan paksa harus dilihat sebagai amanat konstitusi yang mewajibkan. 

Dalam konteks itu, isu ini jauh dari isu lima tahunan karena telah menjadi amanat konstitusi. Kalau lihat respon elit politik, mereka baru merespons ketika kepentingannya terganggu. 

“Padahal isu ini telah lama diperjuangkan oleh korban dan Masyarakat sipil. Aksi kamisan yang telah ratusaan kali depan istina, belum kunjung direspon oleh peemrintah. Amat sangat lemah narasi yang mengatakan hal ini adalah isu lima tahunan,” ujar dia.

Dia berpendapat, penyelesaian kasus penghilangan paksa adalah amanat konstitusi dan negara wajib mematuhinya. 

“Kasus penghilangan paksa juga sarat dengan impunitas, beberapa nama melekat dalam kekuasaan. Jadi sangat wajar kita meragukan komitmen pemerintah,“ ucap dia.

Ilustrasi pajak

Haris Rusly Moti: PPN 12 Persen Produk PDIP Sebagai Ruling Party

Pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. 

img_title
VIVA.co.id
21 Desember 2024