Pembangkit Listrik Disebut Jadi Penyumbang Emisi Terbesar, Indonesia Diminta Lakukan Ini

Founder/CEO Environmental Institute, Mahawan Karuniasa
Sumber :
  • istimewa

Jakarta -- Produksi karbon dioksida dunia mencapai rekor pada tahun 2022 ketimbang volume yang dihasilkan sejak 1900. Hal itu diungkapkan Founder/CEO Environmental Institute, Mahawan Karuniasa saat menggelar seminar perubahan iklim bersama Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Anak Usaha Grup Sinarmas Tebar Dividen Interim, Setiap Saham Dihargai Rp243

Adapun seminar mengangkat isu transisi energi berkelanjutan. Transisi energi dinilai hal yang sangat penting pada situasi iklim global saat ini, di mana batas kenaikan suhu global mencapai 1,5 derajat, bahkan telah menjadi isu setelah COP 26.

Menurut Mahawan, peningkatan produksi karbon dioksida itu tak lepas dari pulihnya aktivitas masyarakat, industri, juga transportasi pascapandemi COVID-19 dan lebih banyak kota beralih ke batu bara sebagai sumber listrik berbiaya rendah.

Bantu Pemerintah Capai NZE pada 2060, Telkom Indonesia Lakukan Ini

“Sektor energi merupakan penyumbang terbesar emisi karbon. Angkanya mencapai 37,5 miliar ton. Penyumbang emisi lainnya berasal dari lahan, limbah, juga perhutanan. Dari sektor energi, penyumbang emisi terbesar berasal dari pembangkit listrik, industri, transportasi dan lainnya," ujar Mahawan, Rabu, 30 Agustus 2023.

Founder/CEO Environmental Institute, Mahawan Karuniasa

Photo :
  • istimewa
8 Rekomendasi IAGL–ITB untuk Kemandirian Energi, Dany Amrul Dorong Peran Penting Kampus

Dia mengatakan, karbon dioksida dilepas saat bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, juga gas alam dipakai sebagai bahan bakar mobil dan pesawat, serta konsumsi rumah tangga, dan pabrik.

"Ketika gas memasuki atmosfer, maka karbon-karbon itu memerangkap panas sehingga mempengaruhi pemanasan iklim," ujarnya.

Peristiwa cuaca ekstrem pun disebut meningkatkan emisi karbon dioksida pada tahun lalu. Dia mengatakan, peristiwa tersebut di antaranya seperti bencana kekeringan yang mengurangi debit air yang dipakai sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan gelombang panas. Kedua hal itu, menurutnya, mendorong meningkatkan kebutuhan energi fosil.

“Data-data ilmu pengetahuan dan penelitian menunjukkan bahwa pengembangan energi mikro hydro bisa mengurangi emisi dan akan mengurangi bencana hidro meteorologi di Indonesia. Pembangunan  PLTA menjadi kontributor penting bagi energi hijau sekaligus mengurangi emisi," kata Mahawan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya