Sejarawan hingga Aktivis Desak Negara Tulis Ulang Sejarah Pelanggaran HAM Berat
- Antara/Akbar Nugroho Gumay
Jakarta - Sejarawan, akademisi, hingga aktivis mendesak pemerintah Indonesia menulis ulang kebenaran sejarah terkait dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Para sejarawan hingga aktivis itu menilai pengakuan dan penyesalan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ihwal 12 pelanggaran HAM berat tidak cukup.
Aktivis sekaligus peneliti sejarah perempuan, Ita F Nadia mengatakan penulisan ulang sejarah sangat penting untuk mengungkapkan kebenaran atas apa yang terjadi di Indonesia. Pun, koreksi sejarah itu juga dinilai sebagai bukti konkret pemerintah menangani masalah pelanggaran HAM berat.
"Kami menyatakan negara harus segera dan tanpa syarat menunaikan kewajiban-kewajiban konstitusionalnya untuk melakukan penulisan ulang sejarah demi mengungkapkan kebenaran," ucap Ita di Kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Agustus 2023.
Dikatakan Ita, kekeliruan narasi sejarah kerap digunakan sebagai pembenaran atas aksi kekerasan politik di masa lalu. Ini tentu menimbulkan dampak, mulai dari ketakutan hingga kecemasan publik sampai saat ini.
"Sejarah resmi negara saat ini menutupi hakikat kekerasan politik masa lalu dan melegitimasi penyimpangan kekuasaan negara. Ini harusnya dikoreksi," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, sejarawan Andi Achdian mengatakan narasi kasus pelanggaran HAM berat yang tersebar merupakan produk tunggal dari rezim orde baru. Salah satu cerita yang dibuat ialah peristiwa G30S.
Dalam ceritanya, para korban kerap digambarkan sebagai perusuh dan harus diamankan. Inilah yang akhirnya membuat masyarakat memaklumi kekerasan oleh negara.
"Sejarah di Indonesia bukan sekedar sejarah. Sejarah itu sudah menjadi praktik kekuasaan dan di situlah kita hidup," kata Andi.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi sebelumnya telah mengungkapkan sejumlah peristiwa yang di dalammya terjadi pelanggaran HAM Berat. Berikut daftarnya:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003,
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.