Hakim MA Sebut Ferdy Sambo Ingin Brigadir J Mati Ditangannya
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo telah mendapatkan diskon hukuman atau vonis dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Ferdy Sambo saat ini telah mendapat hukuman seumur hidup, hukuman itu lebih ringan dari putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan menjatuhkan hukuman mati.
Diskon hukuman itu didapatkan oleh Ferdy Sambo setelah pertimbangan dari lima orang majelis hakim Mahkamah Agung (MA). Tiga diantaranya sepakat Sambo dapat sunat hukuman menjadi seumur hidup. Namun, dua hakim lain menyatakan disentting opinion.
Adapun Majelis Hakim dalam tingkat kasasi, yaitu Suhadi (Ketua Majelis), Suharto (Anggota 1), Jupriyadi (Anggota 2), Desnayeti (Anggota 3), Yohannes Priyana (Anggota 4).
Dalam salinan lengkap putusan perkara nomor: 813 K/Pid/2023 yang dilansir dari situs MA, Hakim Agung Desnayeti menilai alasan kasasi Ferdy Sambo tidak dapat dibenarkan.
Dia menilai, Ferdy Sambo dalam pengaruh emosi yang tinggi ketika mendengar kejadian di Magelang terhadap istrinya, Putri Candrwathi. Sambo juga dinilai tak check and recheck dan percaya begitu saja terkait cerita istrinya, padahal dia adalah jenderal bintang dua Polri dan saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.
Hakim agung Desnayeti menyebut bahwa Ferdy Sambo memang ingin Brigadir Yoshua tewas ditangannya. Pasalnya, dia tetap menembak Brigadir Yoshua ketika sudah dalam kondisi kesakitan usai ditembak Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
"Bahwa terdakwa ikut menembakkan senjata ke arah korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, setelah saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu melakukan penembakan sebanyak empat kali terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atas perintah Terdakwa. Perbuatan terdakwa melakukan penembakan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diarahkan ke kepala korban Nofriansyah Yosua Hutabarat menunjukkan sikap bahwa terdakwa betul-betul menginginkan kematian korban di tangannya karena saat itu korban Nofriansyah Yosua Hutabarat masih bergerak dengan mengerang kesakitan," ujar Desnayeti dalam keterangan tertulis di putusan lengkap MA, Senin 28 Agustus 2023.
Lebih lanjut, kata Desnayeti, Ferdy Sambo layak mendapat hukuman mati usai menembak ajudannya itu. Sebab, Sambo juga turut membuat skenario agar peristiwa itu tak terungkap.
Sementara itu, Hakim Agung Jupriyadi menyatakan bahwa perilaku Ferdy Sambo tak bisa dibenarkan meskipun dia berdalih harga diri dan kehormatannya terluka oleh Brigadir Yoshua.
Menurutnya, Ferdy Sambo seharusnya melakukan pengecekan lebih dulu ketika mendengar informasi dari sang istri. Bisa saja, Sambo lebih memilih menjatuhkan sanksi lebih dulu jika Brigadir Yoshua terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran kode etik. Sebab saat itu Sambo merupakan Kadiv Propam Polri.
"Dengan kata lain alasan pembelaan terpaksa oleh karena harga diri dan kehormatannya terluka dalam kaitan dengan peristiwa yang menimpa istrinya saksi Putri Candrawathi sebagaimana dalam memori kasasi terdakwa tidak beralasan hukum dan haruslah dikesampingkan," ungkapnya.
Vonis Sambo jadi Seumur Hidup
Vonis hukuman mati yang dijatuhi hakim kepada terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo, akhirnya dianulir Mahkamah Agung. Ferdy Sambo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Keputusan tersebut diputus dalam sidang yang digelar tertutup, Selasa, 8 Agustus 2023, dengan Suhadi selaku ketua majelis; Suharto selaku anggota majelis 1, Jupriyadi selaku anggota majelis 2, Desnayeti selaku anggota majelis 3, dan Yohanes Priyana selaku anggota majelis 4.
"Pidana penjara seumur hidup," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi, dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2023.
Sobandi mengatakan dalam persidangan perkara kasasi Ferdy Sambo, sambung dia, terdapat dua pendapat berbeda atau descending opinion (DO) dari lima majelis, yakni anggota majelis 2, yaitu Zupriyadi dan anggota majelis 3, Desnayeti.
Dua hakim agung itu berbeda pendapat dengan putusan tiga hakim lainnya. Keduanya berpendapat mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu tetap divonis hukuman mati.
"Tapi yang dikuatkan kan yang tiga ya. Jadi, beliau (dua hakim) tolak kasasi. Artinya, tetap hukuman mati. Tetapi putusan adalah tadi, dengan perbaikan seumur hidup," ujarnya.