AMSI Ikut Petakan Data Hoax Jelang Pemilu 2024 Lewat Cekfakta
- Istimewa
Bandung – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi Cekfakta menggelar kick off diskusi bulanan untuk memetakan data hoax jelang Pemilu 2024.Â
Adapun, kegiatan ini digelar di Bandung pada Jumat, 25 Agustus 2023. Tujuannya, untuk mendapatkan data/informasi terbaru mengenai kondisi dan situasi hoaks/informasi palsu yang muncul baik di media online maupun platform media sosial.
Sekretaris Jenderal AMSI, Maryadi mendukung kegiatan koalisi Cekfakta yang sudah terbangun sejak 2018. Menurut dia, koalisi Cekfakta sangat diperlukan apalagi jelang Pemilu 2024.
"Diskusi bulanan menjelang Pemilu 2024 melalui sosial media monitoring dapat mengantisipasi penyebaran hoaks, sekaligus sebagai inventarisir bank data hoaks. Kegiatan baik ini harus didukung," kata Maryadi melalui keterangannya pada Sabtu, 26 Agustus 2023.
Sementara, kick off diskusi bulanan cek fakta dibuka oleh Anggota Dewan Pers, Sapto Anggoro. Sapto memprediksi bahwa hoax akan terus meningkat bersamaan dengan tahun politik Pemilu 2024. Maka dari itu, ia berharap diskusi bulanan yang digelar AMSI ini bisa mengidentifikasi penyebaran berita bohong dari awal.
"Diskusi ini penting untuk dilakukan secara reguler, karena kondisi atau informasi palsu akan selalu berubah setiap saat. Koalisi Cekfakta dapat menjadi garda depan untuk mencegah hoax. Dewan Pers sangat mengapresiasi," ujarnya.
Project Manager Social Index Binokular, Danu Setio Wihananto menjelaskan gambaran hoax politik mayoritas mengarah pada serangan personal atau identitas para tokoh seperti calon presiden atau calon wakil presiden. Menurut dia, pemantauan akan dilakukan memakai mesin artificial intelligence milik Binokular.
"Hoaks seputar politik dominan mengarah pada penyerangan atas personal capres, cawapres," kata Danu.
Koordinator koalisi cekfakta, Adi Marsiela berharap AMSI bisa mendorong lebih banyak media angotanya masuk dalam koalisi Cekfakta agar amplifikasi kerja tim pemerika fakta lebih luas diakses publik.
"Kalau anggota AMSI ada 456 media, misal ada sepuluh persennya saja itu sudah bagus. Mungkin tidak semua harus produksi debunking atau prebunking karena kemampuan dan jumlah tim tak sama. Keterlibatannya bisa juga dengan mempublikasikan konten yang ada dalam cekfakta.com," kata Adi.
Menurut Adi, setidaknya terdapat 20 kegiatan besar yang telah disusun koalisi  AMSI, AJI, dan Mafindo menjelang Pemilu 2024. Kegiatannya, kata dia, termasuk menyusun strategi meningkatkan kualitas dan sinkronisasi pemeriksa fakta, melengkapi database cekfakta, pembuatan konten cekfakta dengan target 2400 konten.
"Hingga akan diadakan FGD actor mapping untuk meluaskan konten cek fakta," katanya.
Hoax Erat dengan Bisnis
Ahli hukum pers, Yosep Adi Prasetyo mengatakan hoax itu sangat erat dengan bisnis dan seringkali diproduksi untuk motif ekonomi. Menurut dia, hoax terbanyak adalah tentang kesehatan.
"Waktu pandemi banyak sekali hoax diproduksi. Contohnya, kalau mau sehat minum minyak kayu putih. Kalau mau aman dari COVID-19, berjemur. Jelas itu tidak akan menyembuhkan. Itu hoax," ujar Yosep.
Sekarang, kata dia, banyak hoax yang mencatut nama dokter Terawan Agus Putranto. Ada soal penemuan obat kuat, obat jantung, obat gula darah, dan lain-lain. "Celakanya, masyarakat kita yang suka menolong, memudahkan hoax mudah tersebar, karena didorong motif ingin berbagi informasi tanpa tahu bahwa itu adalah hoax," kata dia.
Mantan Ketua Dewan Pers ini menyebut tantangan terbesar dari penyebaran hoax adalah literasi menggunakan media sosial dan sumber informasi. Makanya, kerja Cekfakta saat ini belum menyentuh dark social yang ada di grup-grup aplikasi percakapan dan media sosial.
"Koalisi perlu mendesak tanggungjawab platform misalnya agar setiap grup percakapan WA baru bisa dibentuk jika ada moderatornya. Perlu menyusun panduan percakapan," katanya.