KPK Tetapkan Eks Dirut PT Amarta Karya Catur Prabowo Sebagai Tersangka TPPU

Juru bicara KPK Ali Fikri
Sumber :
  • VIVA/Zendy Pradana

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Amarta Karya (Amka) Catur Prabowo sebagai tersangka. Kali ini, KPK menetapkan Catur Prabowo sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Terkuak, Peran Brigadir AK yang Bunuh Warga di Kalimantan Tengah

"Dari rangkaian alat bukti dalam proses penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan fiktif di PT Amka dengan Tersangka CP,Tim Penyidik menemukan adanya tambahan dugaan perbuatan pidana lain berupa pencucian uang," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan dikutip Selasa 22 Agustus 2023.

Ali menjelaskan bahwa Catur Prabowo memang sengaja mengubah hasil korupsinya menjadi bentuk lain. Sejumlah saksi pun akan seger dipanggil ke gedung antirasuah.

Yasonna: Penyidik KPK Tidak Tanya Soal Keberadaan Harun Masiku

"Tindakan tersebut diantaranya dengan menempatkan, membelanjakan, mengubah bentuk dengan tujuan menyamarkan asal-usul sumber penerimaannya sebagaimana ketentuan pasal 3 UU TPPU," ucap Ali.

"Alat bukti saat ini sedang dikumpulkan tim penyidik dengan memanggil berbagai pihak yang dengan pengetahuannya dapat menerangkan perbuatan tersangka dimaksud," tambahnya.

Yasonna Laoly Ngaku Diperiksa KPK Terkait Perlintasan Harun Masiku

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengatakan untuk keperluan penyidikan, kedua tersangka itu langsung ditahan. "Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka TS untuk 20 hari pertama dimulai 11 Mei 2023 sampai 30 Mei 2023 di cabang Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara," kata Johanis saat konferensi pers di Gedung KPK, Kamis, 11 Mei 2023.

Ilustrasi tahanan KPK diborgol

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Johanis menambahkan, tersangka Catur Prabowo tidak hadir saat dipanggil KPK. Johanis menyebut Catur Prabowo sakit. Dia berharap agar tersangka Catur hadir dalam pemanggilan berikutnya. "KPK mengingatkan tersangka CP agar hadir dipenjadwalan pemanggilan berikutnya dari Tim penyidik," katanya. 

Kasus ini bermula ketika tersangka CP menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya dan tersangka TS menjabat sebagai Direktur Keuangan pada bulan Oktober 2020. Pada tahun 2017 tersangka CP memerintahkan tersangka TS dan pejabat dibagian akuntansi PT AK Persero mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi tersangka CP.

"Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT AK Persero," kata Johanis.

Tersangka TS bersama dengan beberapa staf di PT AK Persero kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT AK Persero tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang Sebenarnya (fiktif).

Kemudian di tahun 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT AK Persero dan hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Tersangka CP dan Tersangka TS.

Kemudian di tahun 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT AK Persero dan hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Tersangka CP dan Tersangka TS.

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, tersangka CP selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah membayar (SPM) yang ditandatangani tersangka TS. 

Kemudian, buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP. 

"Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT AK Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh tersangka CP dan tersangka TS," ucap Johanis Tanak.

Di antaranya yaitu pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur. Pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta dan Pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajaran. 

"Uang yang diterima Tersangka CP dan Tersangka TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya," tuturnya. 

Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 Miliar.

Atas perbuatannya kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya