Ketua MUI Tasikmalaya KH Ate Dipecat Buntut Hadiri Acara Ponpes Al Zaytun

Ketua MUI Tasikmalaya KH Ate Mushodiq diberhentikan oleh MUI Jawa Barat
Sumber :
  • Denden Ahdani

Tasikmalaya – KH Ate Mushodiq Bahrum angkat bicara soal pemberhentian dirinya sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya oleh pengurus MUI Jawa Barat.

Demokrat Ogah Ikut Campur Urusan PDIP yang Pecat Jokowi dan Gibran

Diketahui, KH Ate ramai diperbincangkan hingga dituntut untuk mundur dari jabatannya setelah dirinya menghadiri ulang tahun Panji Gumilang dan berpidato kontroversial di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun.

KH Ate mempertanyakan dasar regulasi beredarnya Surat Keputusan (SK) dari MUI Jawa Barat tersebut, karena menurutnya selama ini pengangkatan Ketua MUI Kota Tasikmalaya dilakukan oleh pengurus MUI Pusat. SK pengangkatan dirinya sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaya tersebut pun ditandatangani langsung oleh Wakil Presiden RI KH Maruf Amin.

Jokowi Pasrah Dipecat sebagai Kader PDIP: Waktu yang akan Mengujinya

Pintu Masuk Ponpes Al-Zaytun

Photo :

Yang membuat KH Ate bertanya - tanya lagi, surat pemberhentian dirinya sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaya tak diterima secara langsung, tetapi melalui grup WhatsApp dengan format PDF.

Golkar Terbuka Bagi Keluarga Jokowi, Gibran: Tunggu Saja

Selain itu, KH Ate pun mempertanyakan dasar AD/ART SK dari MUI Jawa Barat soal diberhentikannya sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaua

"Beredarnya SK pemberhentian kemarin, saya izin menanggapi. Saya diberhentikan sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaya gak secara langsung, tapi lewat grup WhatsApp dengan format PDF dari MUI Jabar," kata KH Ate Mushodiq Bahrum di rumahnya, Rabu (9/8/2023).

"Saya juga mempertanyakan dasar AD/ART SK dari pengurus MUI Jabar itu pasal berapa serta alasannya. Karena pas dulu juga SK pengangkatan jadi Ketua MUI Kota Tasikmalaya, SK diterima dari MUI Pusat oleh Wapres," sambungnya.

Menurut KH Ate, sebelumnya dirinya telah tabayun ke MUI Jawa Barat dan menjelaskan maksud kehadirannya di Ponpes Al Zaytun. Ia menjelaskan, kehadirannya di ponpes pimpinan Panji Gumilang itu hanya sebagai tim peneliti dan berpidato mengenai Pendidikan Nasional.

Mengenai pemberhentian dirinya sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaya, KH Ate tetap menyoal SK yang harus terbit sesuai AD/ART. Jika memang MUI Jawa Barat bisa menjelaskan secara rinci, ia akan legowo. Namun, jika pemberhentian tersebut tak sesuai AD/ART ia mengaku tak akan mundur dari jabatannya, karena masa jabatan menjadi Ketua MUI Kota Tasikmalaya masih tersisa sekira tiga bulan ke depan.

"Kepada MUI Jawa Barat, tolong bahas dasar AD/ART-nya. Pasalnya yang mana, dasarnya apa. Kalau tidak sesuai, saya gak akan mundur. Saya kaget, kenapa oleh MUI Pusat saya gak diberhentikan, malah oleh pengurus di Jawa Barat," ucap KH Ate.

KH Ate berharap, permasalahan ini bisa secepatnya dibahas secara tabayun. Jika memang dirinya terbukti melanggar atau bersalah, ia akan menerima. Namun, semua harus berdasarkan AD/ART MUI Pusat. Apalagi, tambah Ate, sampai saat ini pengurus dari MUI Kota Tasikmalaya belum ada satupun yang menemuinya.

"Saya harap semuanya tabayun, bicarakan baik - baik. Saya akan menerima kalau ada kesalahan yang benar - benar melanggar dari AD/ART MUI. Bagi saya ini kejutan, kaget. Sampai saat ini, belum ada yang datang ke saya dari MUI Kota Tasikmalaya," ujarnya.

KH Ate menambahkan, ia pun sempat bertanya - tanya soal kumpulan pengurus MUI Kota Tasikmalaya bersama ormas Islam yang meminta dirinya mundur sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaya.

Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Panji Gumilang

Photo :
  • YouTube

Padahal, kata Ate, jika secara formal, forum pengurus MUI Kota Tasikmalaya itu harus ada dasar undangan dari Ketua. Saat itu, dirinya tengah berada di Jakarta menghadiri undangan zikir bersama dari Presiden Jokowi. Ia menganggap, perkumpulan pengurus MUI Kota Tasikmalaya itu ilegal dan sebagai aksi Kudeta untuk melengserkan dirinya.

"Kalau ada kumpulan itu yang mengundangnya harus Ketua MUI, tidak liar seperti begitu. Yang bisa mengundang MUI Kecamatan atau pengurus itu adalah Ketua. Saya waktu itu ada di Jakarta, tidak sah itu undangannya. Jadi, secara prosedur itu bukan undangan yang sebenarnya, tapi undangan kudeta. Masa organisasi ulama ada kudeta, seperti di Libya aja itu," pungkasnya. (Denden Ahdani/Tasikmalaya)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya