Sopir Lukas Enembe Ogah Bersaksi di Persidangan, Hakim: Ada Akibat Hukum Bila Saudara Menolak!
- VIVA/Zendy Pradana
Jakarta – Sopir Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Rakhmat Suminta alias Abbas menolak memberikan kesaksian di persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat pada Senin 7 Agustus 2023. Ia menolak memberikan kesaksian saat Lukas duduk sebagai terdakwa.
"Tidak bersedia," ujar Abbas di ruang sidang Pengadilan Tipikor.
Penolakan Abbas juga diiringi dengan pernyataan dari pengacara hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona. Hal itu lantaran status Abbas masih bekerja dan menerima upah dari Lukas Enembe.
Pun, hakim ketua Rianto Adam Pontoh kembali mempertegas kepada Abbas terkait ketersediaannya untuk memberikan keterangan. Namun, Abbas tetap menolaknya dengan alasan punya hubungan dekat dengan keluarga Lukas.
Menurut Abbas, menilai keterangannya tidak bisa dipakai dalam persidangan. Sebab, dia punya hubungan dekat dengan Lukas seperti keluarga. "Beliau (Lukas) sudah menganggap saya keluarga," ujar Lukas.
Lebih lanjut, Hakim Rianto pun bertanya kepada Lukas selaku terdakwa kasus suap dan gratifikasi. Lukas menjawab bahwa dirinya tidak keberatan jika Abbas meneruskan sidang dengan memberikan kesaksiannya.
Hakim kembali meminta Abbas agar bisa memberikan kesaksian meski Lukas sudah dianggap sebagai keluarga. "Terdakwa menginginkan saudara berkata jujur," tutur Rianto.
Hakim meminta agar Abbas tak mundur memberikan kesaksian karena alasannya tidak kuat. Terlebih, alasan itu juga tidak diajukan ketika bersama penyidik KPK.
Bahkan, kata Rianto, jika Abbas tetap memilih mundur maka bakal mendapat konsekuensi hukum.
"Nanti ada akibat hukum apabila saudara menolak memberikan keterangan di depan persidangan yang terbuka untuk umum," ujar Rianto.
Hakim kemudian melanjutkan persidangan. Abbas pun disumpah dan tetap menjadi saksi dalam persidangan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Lukas Enembe dengan nilai Rp46,8 miliar terkait dugaan suap dan gratifikasi yang menjeratnya. Jaksa menilai perilaku Lukas sudah bertentangan sebagai penyelenggara negara dengan menerima hadiah atau janji.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji," ujar jaksa penuntut umum (JPU) KPK di ruang sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Senin 19 Juni 2023.
Di perkara suap, Lukas sudah menerima uang Rp45,8 miliar. Dari puluhan miliar itu, dirincikan Rp10,4 miliar berasal dari PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Lalu, sebesar Rp35,4 miliar diterima dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.