Aksi Solidaritas PMI Minta Penempatan PMI Tidak Dimonopoli APJATI
- VIVA/ Natania Longdong
Jakarta – Solidaritas Perjuangan Pekerja Migran mendesak Pemerintah Indonesia untuk merevisi undang-undang nomor 260 tahun 2015, Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker), tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Dalam hal ini, biasa dikenal dengan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).Â
Aznil Tan, Direktur Eksekutif Migrant Watch juga mendesak agar SPSK dilakukan tanpa adanya monopoli dari Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI).Â
"Kita datang menggugah hati Jokowi untuk bagaimana penempatan ke Timur Tengah, di Arab Saudi terutama, itu dikuasai oleh sebuah asosiasi bernama APJATI. Ini monopoli partai politik yang merusak, kalau dari awal sudah rusak, akhirnya rusak," kata Aznil kepada wartawan, setelah berorasi di depan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.Â
Selain itu, dia juga menyampaikan agar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk merevisi undang-undang Kemnaker terkait SPSK. Menurutnya, hal tersebut menimbulkan praktek monopoli dan melanggar undang-undang persaingan usaha yang sehat, yang tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.Â
"Kita meminta Pak Presiden Jokowi untuk SPSK Kemnaker itu dibuka karena presidennya sama, negaranya sama, undang-undangnya sama, depositonya sama. Kenapa ada diskriminasi? Ini tidak boleh ada monopoli, ini harus kita buka secara luas dan dilindungi," ujarnya.Â
Menurut surat pernyataan sikap dari Solidaritas Perjuangan Pekerja Migran, Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 banyak terjadi praktik penyimpangan di lapangan, yang membunuh hak pekerjaan PMIÂ
"Hal ini menambah carut-marut tata kelola Penempatan PMI dan memperburuk pelindungan PMI, khususnya ke Arab Saudi dan negara-negara maju di Kawasan Timur Tengah," bunyi pernyataan itu.Â
Selain itu, UU tersebut juga seharusnya dimoratorium dalam rangka pemerintah menata ulang kembali penempatan PMI domestik ke negara kawasan Timur Tengah.Â
"Namun sampai saat ini (sudah 8 tahun) sudah dapat dikategorikan pemerintah telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 oleh pemerintah yang menghambat hak rakyat mendapatkan pekerjaan."