Kejaksaan Agung: Pemanggilan Airlangga Hartarto Tidak Ada Kaitannya dengan Politik
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Kejaksaan Agung RI menegaskan penanganan perkara korupsi yang kini ditangani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus murni penegakan hukum dan tidak terkait dengan politik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Minggu, 30 Juli 2023, mengakui bahwa memasuki tahun politik membuat setiap penanganan perkara korupsi dalam jumlah besar selalu dikaitkan dengan politik. “Yang jelas apa yang dilakukan Kejaksaan Agung adalah murni penegakan hukum,” katanya.
Seperti pemeriksaan terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kata Ketut, bukanlah sesuatu yang tiba-tiba dan tanpa alasan atau tanpa proses. Namun dengan adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap lima terpidana.
Kelima terpidana divonis MA rata-rata lima sampai dengan delapan tahun penjara dan kelimanya tidak dibebani uang pengganti sebesar Rp6,47 triliun.
Bahkan, pada Selasa (1/8), penyidik Jampidsus kembali memanggil mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng dengan tersangka tiga korporasi.
“Jadi pemanggilan AH (Airlangga Hartarto) dan MA (Muhammad Lutfi) sama sekali tidak ada kaitannya dengan politisasi. Murni adalah untuk keperluan pembuktian,” kata Ketut.
Ketut mengajak masyarakat dan semua pihak untuk mendukung langkah Kejaksaan menindak tegas pelaku tindak pidana korupsi tanpa membenturkan ke ranah politik.
“Jangan kait-kaitkan kami ke ranah politik, yang jelas pegangan penyidik sepanjang untuk membuat terang peristiwa hukum dan untuk kepentingan penyidikan siapa pun bisa dipanggil untuk memberikan keterangan,” kata Ketut.
Mantan wakil kepala Kejaksaan Tinggi Bali itu memastikan pemanggilan para saksi dilakukan sesuai prosedur dan proses hukum yang sedang berjalan tanpa pesanan ataupun tekanan.
“Kami tidak memanggil seseorang berdasarkan tekanan, pesanan maupun isu ataupun rumor, semua terkait semata-mata untuk kepentingan pembuktian, penyidik bekerja sudah on the track dan profesional,” ujar Ketut.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan Kejaksaan Agung dalam menetapkan seseorang dalam penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka, pemanggilan sebagai saksi semua ada tahapan, serta prosedur dan SOP yang selalu diaudit.
Isu politisasi dalam penanganan perkara di Kejaksaan Agung hal yang sering ditengarai, namun ia mendorong Kejaksaan Agung untuk menegakkan hukum meskipun esok langit akan runtuh.
“Isu politisasi memang satu hal yang sering ditengarai apalagi soal penegakan hukum, tetapi tegaklah hukum meski besok langit akan runtuh, penegakan hukum tidak boleh terlambat, terhambat hanya oleh karena pandangan yang tidak bisa diuji atau dilihat sebagai fakta hukum,” katanya.
Seperti penetapan tersangka mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, kata Barita, proses tersebut sudah mulai dua tahun lalu dan sesuai dengan alat bukti yang sudah dipenuhi dan masuk ke pengadilan.
Kasus-kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung, kata dia, sudah jelas fakta hukum dan perbuatan melawan hukumnya, seperti hasil audit BPK yang menyatakan korupsi BTS 4G Kominfo merugikan keuangan negara senilai Rp8,32 triliun.
“Jadi kalau BPK sudah menemukan kerugian negara Rp8,32 triliun kan betapa naifnya kalau Kejaksaan tidak menindaklanjuti, lalu tugasnya apa,” ujar Barita.
Begitu pula dengan kasus-kasus korupsi lainnya karena dalam penyidikan kasus harus didukung bukti-bukti dan fakta-fakta hukum sehingga akan kelihatan mana yang politis dan tidak, katanya.
“Kalau fakta peristiwa pemeriksaan tersangka, saksi mengarah ada putusan pengadilan sebelumnya, itu kan sangat kuat,” kata Barita.
Sebagai pengawas eksternal, Komjak ikut mengawasi kinerja Kejaksaan, terutama terkait isu-isu politisasi, Jika ada laporan masyarakat akan ditindaklanjuti kepada Bidang Pidana Khusus maupun Bidang Pidana Umum.
Namun, kata Barita, aduan yang diterima Komjak justru dukungan agar Kejaksaan menuntaskan penanganan perkara korupsi BTS, maupun minyak goreng.
“Itu yang kami terima, ini satu moral 'obligation' kepada Kejaksaan untuk menuntaskan tugas kewenangan secara profesional, proporsional, dan bertanggung jawab,” kata Barita. (ant)