Naskah Perpres Publisher Rights Sudah di Setneg, Dewan Pers Pelototi 2 Hal Ini

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu
Sumber :
  • ANTARA/Juraidi

Jakarta – Dewan Pers menyoroti 2 aspek yang terkandung di dalam Peraturan Presiden atau Perpres tentang Publisher Rights, yang naskahnya saat ini sudah berada di Sekretariat Negara (Setneg) dan selanjutnya menunggu ditandatangani oleh Presiden Jokowi.

Genjot Efisiensi dan Pertumbuhan Bisnis, Bank Jago Gandeng Google Cloud Manfaatkan AI

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menegaskan, saat pertama kali dilibatkan dalam penyusunan naskah Perpres tentang Publisher Rights tersebut, pihaknya langsung membentuk tim ad hoc guna menyoroti 2 hal utama.

"Yang pertama soal karya jurnalistik yang berkualitas dan independensi pers, dan yang kedua adalah terkait dengan keadilan pendapatan bagi media dan platform," kata Ninik dalam telekonferensi di acara diskusi 'Publishers Rights', Sabtu, 29 Juli 2023.

Meriahnya Perayaan Ulang Tahun VIVA ke-16 dengan Tema 'Big Opportunity'

Dewan pers berharap, perpres ini dapat memastikan karya jurnalistik yang di distribusikan melalui algoritma merupakan karya jurnalistik yang berkualitas. "Dan kepastian itu harus tertuang dalam perpres tersebut," ujarnya.

Dia menegaskan, hal itu supaya muatan norma di dalam perpres itu dapat memastikan bahwa algoritma memang bisa menyelamatkan karya jurnalistik berkualitas, dalam konteks pemberitaan. Catatan Dewan Pers selanjutnya, adalah agar Perpres Publisher Rights ini juga menuangkan rumusan-rumusan yang memberikan pendapatan yang adil bagi media terhadap platform.

Google AI Gemini 2.0 Flash Sudah Tersedia dalam Versi Chatbot

"Dan jika terjadi perbedaan pendapat, penyelesaiannya bukan penyelesaian penegakan hukum tapi penyelesaian mediasi," kata Nanik.

Dia mengatakan, karena pendapatan itu adalah bentuk kerja B-to-B yang menggunakan perjanjian dan kesepakatan. Karenanya, melalui perpres ini diharapkan bahwa ketika terjadi wanprestasi, maka masalah itu harus diselesaikan dengan cara mediasi.

Namun, apabila proses mediasi tidak dapat disepakati, barulah masalah tersebut dapat diselesaikan dengan proses hukum sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

"Ini adalah proses yang sangat simpel saja kalau ada dispute, dan kami berharap sebetulnya tidak ada dispute terkait banyak hal yang sebetulnya bisa dituangkan dengan didasarkan pada kesepakatan antarperusahaan dengan platform," ujarnya.

Sebagian informasi, nantinya publisher rights itu akan mengatur pertanggungjawaban dari platform digital seperti Google dan Facebook, untuk memberikan nilai ekonomi atas berita dari pers lokal maupun pers nasional. Secara garis besar, isi dari rancangan perpres tersebut menyinggung kewajiban platform digital, untuk bekerja sama dengan perusahaan pers demi mendukung jurnalisme yang berkualitas.

Google Indonesia merespon rencana perpres tersebut dengan ancaman untuk tidak lagi menayangkan konten berita di platformnya. Bahkan, VP Government Affairs and Public Policy Google Asia Pasifik, Michaela Browning, mengaku kecewa dengan arah rancangan dari Perpres Publisher Rights tersebut. Namun, dirinya tetap berharap ada solusi yang terbaik.

Terkait ancaman dari Google tersebut, maka platform pencari mesin tidak akan lagi menayangkan konten yang berasal dari penerbit media massa di tanah air. Dampaknya, selain kehilangan pembaca, publisher juga berpotensi kehilangan pendapatan yang jumlahnya cukup besar.

Bahaya lainnya yakni adalah masyarakat Indonesia bisa kehilangan informasi yang kredibel dan terpercaya dari media massa di tanah air karena Google hanya menayangkan konten non pers yang syarat hoaks. Apalagi saat ini sudah memasuki tahun politik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya