Oknum Jaksa di Kejati DKI Dilaporkan ke Jamwas, Diduga Bantu Tersangka Agar Bebas
- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
Jakarta - Oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dilaporkan ke Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Kejaksaan Agung buntut diduga membantu tersangka kasus penyerobotan lahan di kawasan Jakarta Timur.
Pelapor adalah R Surjadi, warga Jakarta Timur. R Surjadi berharap kasusnya segera diproses dan jaksa yang diduga berbuat curang diberikan sanksi. Pasalnya, menurut Surjadi peristiwa ini telah terjadi selama bertahun-tahun.
“Saya sih sangat berharap tanah saya itu bisa dikembalikan. Kepada Jaksa Agung saya memohon agar laporan saya bisa diproses,” kata dia kepada wartawan, Jumat 27 Juli 2023.
Sementara itu, kuasa hukum pelapor, yaitu, Edi Wilson menjelaskan laporan berkaitan dengan penanganan perkara penyerobotan lahan seluas 8.850 meter persegi yang diduga dilakukan IM. Selama beberapa tahun, IM disebut menguasai tanah milik pelapor.
Kata dia, hal ini lantas dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/703/II/2019/PMJ/Dit. Reskrimum, tanggal 4 Februari 2019. Pada tahun 2019, polisi menetapkan IM sebagai tersangka. Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 167 dan 263 KUHP tentang memasuki perkarangan orang lain tanpa izin.
Namun, menurutnya proses penanganan kasus mulai janggal saat pelimpahan berkas perkara ke Kejati DKI. Saat itu, pihaknya dapat informasi kalau proses pemeriksaan berkas perkara dinyatakan belum lengkap. Jaksa mengembalikan berkas perkara nomor:BP/90/11/2023 Direskrimum kepada penyidik dengan petujuk menambah alat bukti dan minta pendapat ahli pidana dan pertanahan terkait kasus ini.
“Kami sudah lakukan semua menambah alat bukti dan minta pendapat pakar sudah. Pakar saja sudah menyatakan bahwa kasus ini sudah masuk unsur dan alat buktinya sudah cukup,” ucap Wilson.
Lantaran pakar menyatakan unsur pidana dalam berkas perkara telah lengkap, maka polisi mengirim lagi berkas perkara kepada jaksa. Tapi, jaksa malah minta polisi menghentikan perkara dan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 sesuai berita acara koordinasi antara penyidik dengan jaksa peneliti. Padahal, lanjutnya, penyidik tak pernah tahu adanya hal itu.
“Ini aneh, kenapa jaksa malah meminta polisi untuk SP3. Awalnya sudah diminta untuk lengkapi berkas. Setelah dilengkapi kenapa disuruh SP3. Jadi apakah jaksa berupaya melindungi tersangka ini,” katanya.
Maka dari itulah Wilson mengaku melaporkan proses kejanggalan penanganan perkara ini kepada Kejagung. Dia berharap, Kejagung mau mengusut dugaan perlindungan hukum yang diberi jaksa kepada para mafia tanah.
“Pemerintah kan mau tegas berantas mafia tanah. Jaksa Agung juga pernah bilang begitu. Kami berharap laporan kami ini bisa diproses dengan baik,” kata Wilson lagi.