Beraksi Sejak 2019, Sindikat TPPO Jual Ginjal Bekasi ke Kamboja Raup Rp 24,4 M
- VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon
Jakarta - Sindikat internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jual ginjal Bekasi ke Kamboja mampu meraup omzet mencapai Rp 24,4 miliar. Omzet tersebut didapat para tersangka karena beraksi sejak tahun 2019 dengan jumlah korban mencapai 122 orang.
"Total omzet penjualan organ sebesar kurang lebih Rp 24,4 miliar," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi kepada wartawan, Jumat 21 Juli 2023.
Salah satu tersangka berinisial H berperan jadi penghubung dengan pihak Rumah Sakit pemerintahan di Kamboja bernama Preah Ket Mealea guna proses transplantasi di sana. Saat melakukan penyidikan, polisi mendapati ada 14 orang bakal transplantasi ginjal di sana. Dari informasi tersebut lantas polisi berupaya menyelamatkan para korban.
"Namun ternyata terhalang adanya birokrasi, tercium sindikat dan mereka keluar jalur darat ke Vietnam, kemudian ke Bali. Lalu mereka ditangkap di Surabaya. Selanjutnya yang menjadi hambatan operasi ini, tidak ada kesepahaman terkait tindak pidana perdagangan orang. Karena di Kamboja ini belum tentu sama," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Polri mengungkap kalau sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di Bekasi menjual ginjal korbannya ke Kamboja.
"Pada kesempatan ini, tim gabungan Polda Metro Jaya, Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Polres Metro Bekasi di bawah asistensi dari Dittipidum Bareskrim Polri, serta Divhubinter telah mengungkap perkara TPPO dengan modus eksploitasi, penjualan organ tubuh manusia jaringan Kamboja," ujar Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto di Markas Polda Metro Jaya, Kamis 20 Juli 2023.
Adapun korbannya mencapai ratusan. Sementara itu, untuk total tersangka dalam kasus ini ada 12 orang. Dua diantaranya adalah anggota polisi dan imigrasi. Namun, Karyoto mengatakan keduanya diluar sindikat.
"Telah memakan total korban sebanyak 122 orang," katanya.
Ke-12 tersangka itu masing-masing berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L. Mereka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kemudian ada satu anggota Polri berinisial Aipda M alias D dan serta seorang pegawai imigrasi berinisial AH alias A. Untuk Aipda M dijerat Pasal 22 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Juncto Pasal 221 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (obstruction of justice / perintangan penyidikan).
Kemudian, untuk pegawai imigrasi berinisial AH alias A disangkakan Pasal 8 Ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.