Momen Haris Azhar Interupsi saat Jaksa Tanya Perbedaan Hukum Pidana Indonesia vs Eropa
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Terdakwa kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Haris Azhar mengajukan interupsi atau keberatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 17 Juli 2023.
Momen itu terjadi saat Jaksa bertanya ke ahli pidana dari Universitas Pancasila, Agus Surono terkait perbandingan hukum permasalahan penyelesaian Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dan Eropa.
"Apakah saudara punya pengetahuan tentang pengaturan hukum pidana positif di Indonesia mengenai penghinaan. Apakah ada perbedaan hukum pidana di Indonesia dengan yang berlaku di Eropa?" tanya Jaksa ke Agus di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Agus kemudian menjelaskan, dirinya tak mengetahui secara spesifik mengenai sistem hukum positif di Eropa. Tapi, ia mengaku, paham dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurut dia, hukum positif kerap dijadikan rujukan untuk mengkualifikasi suatu perbuatan baik yang berkaitan dengan pidana atau bukan. Hukum positif ini digunakan sesuai asas teritorial.
"Apakah ini perbuatan pidana ataupun bukan perbuatan pidana, tentu adalah hukum positif di Indonesia ketika ada suatu perbuatan dan tentu yang ada di Indonesia menggunakan asas teritorial," jawab Agus.
Jaksa lanjut bertanya ke Agus, mengenai asas teritorial tersebut yang dikaitkan dengan Eropa. "Jika teritorial Eropa mengatur menghina seseorang yang memiliki jabatan tertentu bukan perbuatan pidana, sedangkan hukum pidana positif mengatur menghina seseorang diatur perbuatan pidana. Maka, mana yang kita gunakan?" tanya jaksa.
Mendengar pertanyaan Jaksa, Haris Azhar langsung mengajukan interupsi. Haris heran mengapa Jaksa mengajukan pertanyaan tersebut dan terus mengaitkan perbandingan hukum dengan negara Eropa.
"Majelis keberatan, saya minta kalau dibilang Eropa, itu sebelah mana perbandingan hukum positif?" kata Haris.
Jaksa enggan menjawab interupsi dari Haris Azhar. Pun, jaksa justru menegaskan bahwa mereka bukan pelayan dari terdakwa. Dengan demikian, tidak wajib menjelaskan atau menjawab pertanyaan maupun interupsi dari terdakwa.
"Permintaan terdakwa tidak bisa kami penuhi, karena kami bukan pelayan terdakwa," ujar jaksa.
Mendengar hal itu, Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana langsung berupaya menengahi. Hakim Cokorda mempertegas pertanyaan Haris soal negara di Eropa yang dimaksud Jaksa.
Alih-alih menjelaskan, jaksa lanjut bertanya ke ahli pidana Agus dengan pertanyaan yang serupa perihal hukum pidana positif.
"Apakah ahli mengerti tidak dengan pertanyaan saya, jika saya tanyakan keberlakuan hukum asing pidana tidak merujuk ke negara tertentu dengan hukum pidana positif, ahli bisa jelaskan?" tanya jaksa.
"Selama dilakukan di wilayah Indonesia, maka itu tunduk dengan hukum di Indonesia. Itu jawaban saya," ucap Agus.