Sidang Haris Azhar-Fatia, Ahli Hukum Pidana Singgung Soal Kesopanan Saat Kritik Seseorang
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila, Agus Surono dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 17 Juli 2023. Duduk sebagai terdakwa, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty.
Dalam kesaksiannya, Agus sempat menyinggung soal kesopanan saat memberikan kritik terhadap seseorang. Hal itu diungkapkan Agus saat setelah menjelaskan soal Undang-undang ITE.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya ke Agus Surono apakah Undang-undang ITE dapat digunakan untuk mengkriminalisasi seseorang setelah menyampaikan kritik.
"Banyak kalangan mengatakan UU ITE mengekang kebebasan berpendapat bahwa di beberapa kesempatan, dikatakan bahwa UU ITE digunakan untuk mengkriminalisasi orang. Menurut ahli, yang dimaknai kritik dilihat dari UU ITE apa lingkupnya?" tanya jaksa.
"Mohon izin di dalam UU ITE memang tidak secara spesifik mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kritik. Tapi, prinsipnya saya mau menyampaikan dalam sidang ini bahwa kebebasan dalam memberikan pendapat itu pada hakikatnya dilindungi oleh konstitusi undang-undang," kata Agus.
Agus tidak mengatakan secara spesifik soal maksud dari kritik di dalam UU ITE. Hanya saja, Agus menekankan penyampaian kritik harus dilakukan dengan mengedepankan aspek kesopanan.
"Penyampaian pendapat itu dibebaskan. Siapapun menyampaikan pendapat dan kritik, tapi tentu dengan kaidah kesopanan," tuturnya.
Menurut Agus, kritik sedianya haeus disanpaikan dengan tujuan membangun dan tidak bertentangan dengan hukum. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-undang ITE.Â
Dulu, kata Agus, delik biasa dapat berubah menjadi delik aduan dan korban yang merasa dirugikan dapat melapor. Namun, dalam Pasal 27 ayat 3 aturan itu berubah, delik aduan bukan delik biasa lagi.Â
"Sehingga, harus menunggu aduan dari pihak korban suatu perbuatan yang dikualifikasi dalam pencemaran ataupun penghinaan," ujarnya.
Pasal 27 ayat 3 merupakan pasal yang didakwakan jaksa untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty dalam kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar. Ia pun menyinggung soal prinsip kehati-hatian seseorang saat mengunggah informasi ke publik.
"Sarana informasi elektronik tujuannya untuk memudahkan, tapi kemudahan harus hati-hati betul penggunaannya supaya tidak melanggar hak dari orang lain," ujar Agus.
Didakwa Cemarkan Nama Baik LuhutÂ
Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.Â
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 3 April 2023.
Kata Jaksa, awalnya terdakwa Haris Azhar ingin mengangkat isu tentang kajian cepat dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai praktek bisnis tambang di Blok Wabu dan situasi kemanusiaan, serta pelanggaran HAM termasuk adanya benturan kepentingan sejumlah pejabat publik dalam praktek bisnis di Blok Wabu yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
"Setelah terdakwa Haris Azhar memperoleh hasil kajian cepat, terdakwa melihat nama saksi Luhut Binsar Pandjaitan yang memiliki popularitas, sehingga timbul niat terdakwa mengangkat topik mengenai saksi Luhut Binsar Pandjaitan menjadi isu utama dalam akun YouTube Haris Azhar," katanya.
"Dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mengelabui masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik saksi Luhut Binsar Pandjaitan," kata jaksa.
Sementara itu, Jaksa menilai terdakwa Fatia mengetahui niat saksi Haris Azhar yang ingin mencemarkan nama baik saksi Luhut Binsar Pandjaitan. Terdakwa Fatia juga turut menyatukan kehendak dengan saksi Haris Azhar agar dialog dalam konten YouTube berisi pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan.
Selain itu, Jaksa juga menyebut terdakwa Fatia mengatakan beberapa pernyataan dalam video di YouTube Haris Azhar, salah satunya dengan menyebut Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pemilik saham Toba Sejahtera Group, Lord dan penjahat.
Dalam kasus ini, terdakwa Haris Azhar dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap 4 pasal tersebut di juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.