Jaksa Sebut Lukas Enembe Sempat Tolak Dirujuk ke RSPAD meski Kondisi Kesehatannya Turun
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Jakarta – Gubernur Papua non-aktif, Lukas Enembe absen dalam sidang kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 miliar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat. Lukas Enembe saat ini tengah dirawat di RSPAD Gatot Subroto setelah kondisi kesehatannya menurun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, kondisi kesehatan Lukas Enembe menurun setelah dia mengaku pusing dan mual-mual. Dengan kondisi itu, Lukas tidak mau makan dan minum obat sehingga memperparah kondisinya.
"Saat ini terdakwa sedang dirawat di RSPAD," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 17 Juli 2023.
"Kronologisnya hari Sabtu, 15 Juli 2023 kami menerima laporan dari dokter rutan, terdakwa mengaku pusing dan mual-mual, terdakwa tidak mau makan dan minum obat sehingga memicu mual," ujarnya.
Jaksa mengatakan, dokter rutan sempat merujuk terdakwa Lukas Enembe untuk dirawat ke RSPAD mengingat kondisi kesehatannya semakin parah. Namun, terdakwa Lukas Enembe menolak rujukan tersebut.
"Dokter rutan menyarankan merujuk karena terdakwa semakin parah dan atas saran yang disampaikan dokter rutan, terdakwa menolak rujuk," ucapnya.
Kemudian tepat pada Minggu, 16 Juli 2023, jaksa berkoordinasi dengan tim penasihat hukum dan keluarga Lukas Enembe, untuk membujuk terdakwa agar ingin dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto. Sehingga, pada Minggu malam, Lukas akhirnya resmi dirujuk ke rumah sakit tersebut.
Hakim Ketua lantas bertanya terkait kondisi Lukas Enembe saat ini. Jaksa menjelaskan, kondisi terakhir dari hasil pemeriksaan tensi Lukas Enembe masih tinggi.
Saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menyerahkan surat dokter ke Majelis Hakim sebelum Lukas Enembe dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto.Â
"Keadaan beliau sudah stabil?" tanya Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh.
"Jadi, untuk pemeriksaan terakhir, tensi masih tinggi," kata Jaksa.
"Jadi, sekarang masih pemeriksaan?" tanya Hakim Ketua Rianto.
"Jadi, hasil terakhir, sampai sekarang kami belum terima dari RSPAD. Cuma ini ada surat dari dokter KPK sebelum dilakukan pemeriksaan kemarin, sebelum yang bersangkutan dibawa ke rumah sakit," ucap Jaksa.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara resmi akhirnya mendakwa Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe dengan nilai Rp46,8 miliar terkait dengan suap dan gratifikasi yang menjeratnya. Jaksa menilai bahwa perilaku Lukas sudah menjadi hal yang bertentangan sebagai penyelenggara negara.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji," ujar jaksa penuntut umum (JPU) KPK di ruang sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Senin 19 Juni 2023.
Dalam perkara suap, Lukas Enembe telah menerima uang sebanyak Rp45,8 miliar. Dari puluah miliar itu, dirincikan sebanyak Rp10,4 miliar berasal dari PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Kemudian, sebesar Rp35,4 miliar diterima dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa.
Uang tersebut diberikan kepada Lukas Enembe guna memenangkan perusahaan milik Piton dan Rijatono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Kemudian, Lukas melakukan hal tersebut bersama dengan Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua periode 2013-2017, Mikael Kambuaya. Lalu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua periode 2018-2021.
Dakwaan Gratifikasi Lukas Enembe
Lukas Enembe didakwa menerima sebanyak Rp 1 miliar dalam kasus gratifikasi. Uang tersebut didapatkan oleh Lukas dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan melalui Imelda Sun yang dikirim melalui nomer rekening Lukas.
"Bahwa terhadap penerimaan gratifikasi berupa uang tersebut, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang. Padahal penerimaan itu tanpa alasan yang sah menurut hukum," kata jaksa.