Ketua KPU Minta Ini ke KPK Guna Cegah Politik Uang di Pemilu

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari
Sumber :
  • VIVA/Ilham Rahmat

Jakarta – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga penyelenggara pemilu lainnya, untuk melakukan pendekatan secara kultural atau budaya dalam mencegah politik uang pada Pemilu nanti.

KPK Bisa Jemput Paksa Bos Mineral Trobos di Kasus Dugaan TPPU Abdul Gani Kasuba, Begini Alasannya

Hal tersebut dikatakan oleh Hasyim ketika memberikan paparannya dalam acara peluncuran kampanye 'Hajar Serangan Fajar' pada Jumat 14 Juli 2023.

Kata Hasyim, dalam lembaga penegakan hukum terdapat pendekatan normatif, pendekatan kelembagaan, dan pendekatan budaya.

Disindir Ketua KPK, Istana: Presiden Terbuka Bertemu dengan Siapa Saja, Tapi...

"Sudah banyak norma undang-undang disusun, sudah banyak lembaga disiapkan untuk mencegah dan memberantas korupsi, tapi kan kadang-kadang yang masih jarang sentuhan itu adalah sentuhan pendekatan kultural," ujar Hasyim di lokasi pada Jumat 14 Juli 2023.

Ilustrasi Pemilu 2024.

Photo :
  • VIVA
Nawawi Pomolango Wanti-wanti Pansel Tak Ceroboh Pilih Capim KPK: Jangan Semua Birokrat!

"Oleh karena itu, pada hari ini kami menyambut baik pendekatan kultural antisipatif, bukan pendekatan represif yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan kepemiluan," lanjutnya.

Dalam upaya mencegah adanya politik uang pada pemilu yang akan datang nantinya, kata Hasyim, penting untuk disampaikan kepada partai politik yang menjadi peserta pemilu nantinya kajian yang telah diberikan oleh KPK ini.

"Kira-kira strategis sentuhan apa yang pas partai politik calon kepada pemilih untuk menggerakkan hadir ke TPS, memilih dirinya, memilih partainya, tapi sentuhan itu bukan uang," ucap Hasyim.

"Ini saya kira perlu jadi satu gerakan bersama sama yang diinisiasi oleh KPK sebagai sebuah pendekatan yang antisipatif," imbuhnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan riset terhadap serangan fajar atau politik uang yang terjadi pada Pemilihan umum (Pemilu) tahun 2019. Ternyata, mayoritas yang menerima politik uang itu yakni adalah perempuan.

Hal tersebut diungkap oleh Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Wawan Wardiana dalam acara peluncuran kampanye 'Hajar Serangan Fajar' pada Jumat 14 Juli 2023.

"Dari sekian pemilih itu di 2019 lalu, 72 persen menerima politik uang. Kalau dibedah lagi, 82 persen perempuan yang menerima," ujar Wawan saat berikan paparannya di gedung C1 KPK, Jumat 13 Juli 2023.

Dari 82 persen perempuan yang menerima politik uang tersebut, kata Wawan, didominasi oleh perempuan dengan usia kisaran 36-50 tahun. Kemudian sisanya ada di usia dibawah 36 atau diatas 50 tahun.

"Kalau kita bagi lagi pak, dari 82 persen tadi, itu 60 persen usia 36-50 tahun. Mungkin ibu-ibu atau emak-emak," kata dia.

"Sisanya usia di bawah 36, atau di atas 50 tahunan. Ini adalah hasil dari kajian kami," imbuhnya.

Wawan menjelaskan bahwa sejumlah orang menerima politik uang itu karena pelbagai masalah ekonomi yang dialaminya. Ada tiga alasan orang terima politik uang yakni ekonomi, faktor tekanan pihak lain, serta ketidaktahuan.

KPK pun saat ini mengajak seluruh pihak untuk mencegah adanya politik uang lewat sejunlah edukasi. Bahkan, KPK juga mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama mencegah politik uang terjadi setiap Pemilu.

"Oleh sebab itu bapak ibu sekalian, dari data-data yang ada sekalian, maka KPK berupaya memberikan edukasi dan sosialisasi dan kampanye politik anti politik uang yang secara masif," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya