Palsukan Identitas, WNA Singapura Pakai Nama Yatno Jadi Dosen di Tulungagung
- ANTARA - HO Kanim Blitar
Blitar – WNA asal Singapura, MB (66 tahun) alias Yatno dikenai sanksi deportasi ke negara kelahirannya karena menggunakan identitas palsu. MB juga mengantongi KTP, Kartu keluarga dan Akta Kelahiran Indonesia.
Selama bertahun-tahun, MB tinggal di Blitar, Jawa Timur, dan mengajar di Universitas Bhinneka PGRI Tulungagung dan Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN Satu) Tulungagung.
Rektor Universitas Bhinneka PGRI Tulungagung, Imam Sujono, membenarkan ketika dikonfirmasi wartawan soal itu. Dia mengatakan, MB mengajar di kampusnya sejak tahun 2008 dan mendapatkan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) sejak tahun 2009. Di kampus itu bahkan MB menjadi dosen tetap.
MB diterima di Universitas Bhinneka PGRI Tulungagung dan berhasil mendapatkan NIND dengan menyaru sebagai Yanto di KTP, yang tertulis kelahiran Pacitan tahun 1973. Namun, kata Imam, MB kemudian mengundurkan diri sejak Maret 2023 lalu. Di kampus itu, MB mengajar Pendidikan Bahasa Inggris.
Dengan begitu, lanjut Imam, ketika identitas MB sebagai WNA yang mengaku sebagai WNI mencuat, dia bukan lagi sebagai dosen di Universitas Bhinneka PGRI Tulungagung.
"Statusnya sudah bukan dosen di Universitas Bhineka PGRI. Ia sudah kami berhentikan karena mengundurkan diri," kata Imam kepada wartawan, Rabu, 21 Juni 2023.
Pihak UIN Satu juga membenarkan jika MB juga mengajar di kampus Islam tersebut. Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat dan Informasi Bagian Umum Biro AUAK UIN Satu, Ulil Abshor, mengatakan, di kampusnya MB mengajar dengan status dosen luar biasa.
Sama dengan di Universitas Bhinneka PGRI, Ulil menegaskan bahwa MB mengundurkan diri dari UIN Satu pada Maret 2023 lalu. Pada semester ganjil lalu masih mengajar, yang bersangkutan sebagai dosen di Fakultas Tarbiyah," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar, Arief Yudistira, menjelaskan, MB sudah berada di Tanah Air sejak tahun 1984 dengan tujuan untuk kepentingan pendidikan. Pada medio 1984-1998, MB menggunakan visa kunjungan dengan paspor Singapura. Selama itu, tercatat dia keluar masuk Indonesia sekitar 10 kali,” katanya.
Pada 2006, MB menyelesaikan S1 di sebuah perguruan tinggi di Malang. Ia kemudian bekerja sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi di Tulungagung. Ia juga membangun rumah tangga dengan seorang wanita di Blitar.
MB tambah sulit diendus, setelah pada 2011 mendapatkan dokumen kependudukan seperti KTP, Kartu Keluarga, dan Akta Lahir. Di KTP, papar Arief, MB berubah nama menjadi Y dan tercatat lahir di Pacitan pada 1973. Nama itu tentu saja tak sesuai dengan paspor dan visa yang dikantongi MB.
Di paspor, namanya MB dan kelahiran tahun 1965. Yang agak mirip, di paspor MB ditulis lahir di Pachitan. Ternyata, lanjut Arief, Pachitan adalah salah satu daerah di Singapura. "Yaitu Kampong Pachitan of Changi Rd S'pore,” ujarnya.
Arief menjelaskan, MB lolos dari endusan aparat karena saat ia masuk ke Indonesia pendataan dokumen keimigrasian masih menggunakan metode konvensional. MB. “Kami sudah konfirmasi ke Kedutaan Singapura, dari sana terkonfirmasi yang bersangkutan masih tercatat sebagai warga Singapura," katanya.
Mohtar saat ini sedang ditahan di kantor Imigrasi Klas II no-TPI Blitar dan segera dideportasi ke negara asalnya, Singapura pada Kamis, 22 Juni 2023, melalui Bandara Internasional Djuanda, Surabaya.