Hakim MK ke DPR: Jangan Terlalu Sering Merubah Sistem Pemilu
- MK
Jakarta – Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan sistem pemilihan umum (pemilu) apapun bentuknya, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, sistem proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat dengan sistem pemilu yang diinginkan oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Hal tersebut disampaikan Saldi saat membacakan pertimbangan putusan atas permohonan gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka karena bertentangan dengan UUD 1945.
"Sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat dengan sistem pemilihan umum yang diinginkan oleh UUD 45, namun karena secara konseptual dan praktik sistem pemilu apapun yang dipilih pembentuk Undang-Undang, baik terbuka maupun daftar tertutup, bahkan sistem distrik sekalipun tetap memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra, Kamis, 15 Juni 2023.
Menurut Saldi, pembentuk UU (DPR) terbuka kemungkinan untuk memilih sistem pemilu sesuai dengan dinamika dan kebutuhan penyelenggaraan pemilu. Ia menyarankan kepada pembuat UU ke depan, akan melakukan perbaikan terhadap sistem pemilu yang berlaku saat ini.
"Pertama, tidak terlalu sering melakukan perubahan, sehingga dapat diwujudkan kepastian dan kemapanan atas pilihan suatu sistem pemilu," ujar Saldi
Kedua, kemungkinan untuk melakukan perubahan harus tetap ditempatkan dalam rangka menyempurnakan sistem pemilu yang sedang berlaku, terutama untuk menutup kelemahan yang ditemukan dalam penyelenggaran pemilu.
Ketiga, kemungkinan perubahan harus dilakukan lebih awal sebelum tahapan penyelenggaran pemilu dimulai, sehingga tersedia waktu yang cukup untuk melakukan simulasi sebelum perubahan benar-benar efektif dilaksanakan.
Keempat, kemungkinan perubahan tetap harus menjaga keseimbangan dan ketersambungan dengan peran partai politik, sebagaimana termaktub dalam pasal 22 E ayat 3 UUD 1945 dan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana termaktub dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
"Kelima, apabila dilakukan perubahan tetap melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelanggaran pemilu dengan penerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna," ungkapnya
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menerapkan sistem proporsional terbuka pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Hal tersebut berdasarkan sidang pleno pembacaan putusan perkara di Mahkamah Konstitusi.
"Menolak permohonan provisi para pemohon, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman di Gedung MK, Kamis, 15 Juni 2023.
Atas putusan tersebut, pemilu 2024 tetap menerapkan sistem proporsional terbuka atau sistem coblos calon legislatif (caleg).