Mahfud MD soal Denny Indrayana Minta Presiden Dimakzulkan: Terserah

Menko Polhukam Mahfud MD.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD enggan menanggapi lebih lanjut surat yang dikirimkan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana ke DPR RI.

Momen Unik: Prabowo Disambut Wanita Berjejer Sambil Kibaskan Rambut Saat Kunjungan ke UEA

Dalam surat tersebut, Denny meminta agar DPR menggunakan hak angket untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo. Ia menilai, Jokowi telah bersikap tidak netral lantaran cawe-cawe urusan Pilpres 2024.

Presiden

Photo :
  • 1486521
Hasto Sebut Partai Coklat Masif Bergerak di Pilgub Sumut: Kami Khawatir dengan Pak Edy Rahmayadi

Terkait hal itu, Mahfud tak ambil pusing. Sebab, DPR RI pun sejauh ini belum menindaklanjuti surat yang dilayangkan Denny Indrayana itu.

"Ya terserah Denny ajalah, kan tidak ada yang menanggapi juga," kata Mahfud kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 9 Juni 2023. 

Sekjen PDIP Hasto Sebut Prabowo Pekerja Keras, Jokowi Cawe-cawe

Sebelumnya diberitakan, mantan Wamenkumham Denny Indrayana mengirimkan surat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menggunakan hak angketnya memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat tertanggal 7 Juni 2023 tersebut diunggah Denny melalui akun twitternya @dennyindrayana.

Menurut Denny, situasi politik dan hukum Indonesia sedang tidak normal. Pasalnya, banyak saluran aspirasi ditutup bahkan dipidanakan. 

Denny juga menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan), lantaran sikapnya yang tidak netral alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024.

"Pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi jauh lebih berbahaya, sehingga lebih layak dimakzulkan," kata Denny dalam keterangannya, Rabu, 7 Juni 2023.

Denny lebih lanjut menilai, Presiden Jokowi memakai kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden. 

Pakar Hukum Tata Negara itu menyampaikan, Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jusuf Wanandi memprediksi bahwa pihak penguasa memastikan hanya ada dua pasangan calon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024.

"Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan. Saya (juga) bertanya kepada (Politikus Demokrat) Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024. Menurut Rachland, hal itu karena seorang tokoh bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY," kata Denny.

Denny menegaskan, mantan Wapres itu sempat bertemu dan menginformasikan kepada SBY soal “gerakan” penguasa untuk menjegal Anies. 

"Sebelumnya, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK," kata Denny menambahkan.

Karena itu, Denny memandang hak angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024.

Mantan

Photo :
  • 1422443

Bahkan, lanjut Denny, Presiden Jokowi juga dinilai sengaja membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat yang dampaknya bisa menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

"Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung," kata Denny.

Denny menegaskan hak angket DPR diperlukan untuk mendalami dugaan keterlibatan Presiden Jokowi dalam cawe-cawe Moeldoko yang ingin membegal Partai Demokrat.

"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui-lebih jauh lagi memerintahkan-langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat?,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya