Kasus Persetubuhan ABG di Parimo, Kompolnas Dorong Pelaku Dikenakan UU TPKS

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti
Sumber :
  • ANTARA

VIVA Kriminal – Polisi sudah mengungkapkan bahwa kasus pemerkosaan terhadap ABG di Parigi Moutong (Parimo) bukan pemerkosaan, melainkan adalah persetubuhan anak di bawah umur. Kendati, kasus itu pun menjadi sorotan sejumlah pihak terutama di kepolisian.

Ayah Jadikan Anak Kandungnya Budak Seks Sejak Usia 8 Tahun, Video Aksi Bejatnya Juga Disimpan

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mendorong agar polisi menjerat para pelaku persetubuhan ABG di Parimo itu dengan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). UU TPKS itu didesak demi melengkapi pasal yang sudah dipersangkakan untuk para tersangka.

"Kompolnas mendorong penggunaan pasal-pasal dari UU TPKS untuk melengkapi UU Perlindungan Anak dan KUHP agar ada jaring bagi para pelaku untuk dihukum seberat-beratnya," ujar Poengky kepada wartawan, Kamis 1 Juni 2023.

Momen Haru Penyandang Disabilitas Diberi Kaki Palsu oleh Ahmad Ali

"Kompolnas juga mendorong penyidikan dilakukan secara profesional berdasarkan scientific crime investigation agar hasilnya valid," lanjutnya.

Miris! Gadis 11 Tahun Jadi Korban Pemerkosaan hingga Enam Kali, Pelaku Ayah dari Pacar Korban

Kemudian, Poengky menjelaskan bahwa saat ini para pelaku pun sudah dipersangkakan dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Ia menyebut bahwa jika pelaku sudah dikenakan pasal berulang maka tak menutup kemungkinan pelaku bisa dihukum dengan hukuman yang maksimal.

"Jadi kalau melihat pasal perulangan kejahatan maka ancaman hukumannya maksimal 15 tahun ditambah 1/3, yaitu 5 tahun, sehingga total 20 tahun penjara. Apalagi jika ada kerusakan fungsi reproduksi, maka ancaman hukumannya bisa ditambah," kata Poengky.

Bahkan, kata Poengky, sekalipun pelaku merupakan anggota polisi. Ia juga menyebut polisi jangan segan untuk menghukum pelaku.

Pun, Poengky juga menyinggung teekait dengan kasus yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan Mantan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Teddy Minahasa.

"Terkait dugaan pasalnya "lunak" karena diduga menyangkut anggota, kami tidak melihat hal itu. Perwira tinggi berpangkat Irjen Pol seperti Sambo dan Teddy Minahasa saja tetap diproses hukum tegas kok," tukas dia.

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Tengah, Kombes Pol Joko Wienartono mengatakan bahwa para pelaku persetubuhan itu sudah dipersangkakan dengan pasal 81 ayat 2 Undang-undang RI nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.

"Pasal ini yang kami terapkan. Bapak kapolda juga menyatakan penerapan pasal tersebut," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Ispektur Jenderal Agus Nugroho mengatakan bahwa kasus pemerkosaan terhadap ABG (15) di Parigi Moutong (Parimo) tidak ada unsur kekerasan saat kejadian. Ia menyebutkan modus pelaku yakni salah satunya membujuk rayu.

"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," ujar Irjen Agus kepada wartawan pada Kamis 1 Juni 2023.

"Dalam kaitan dengan dilakukan secara bersama-sama, dari pemeriksaan pun sudah jelas dan tegas bahwa tindak pidana ini dilakukan berdiri sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara bersama-sama," sambungnya.

Kemudian, Agus menjelaskan modus para pelaku sebelum menyetubuhi ABG tersebut. Pelaku memang tidak ditemukan melakukan kekerasan kepada korban.

Bahkan, para pelaku pun juga menjanjikan kepada korban jika akan mengalami hamil usai disetubuhi.

"Modus operandi yang digunakannya pun bukan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan, melainkan dengan bujuk rayu, tipu daya, iming-iming akan diberikan sejumlah uang, akan diberikan sejumlah barang baik itu berupa pakaian, handphone, bahkan ada di antara pelaku yang berani menjanjikan akan bertanggung jawab jika korban sampai dengan hamil," kata dia.

Agus juga mengklaim bahwa sebelas orang pelaku yang setubuhi anak di bawah umur itu melakukannya dalam kurun waktu yang berbeda, tidak dilakukan secara bersamaan.

"Kasus ini terjadi sejak April 2022 sampai dengan Januari 2023 dan dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu yang berbeda-beda, dilakukan secara berdiri sendiri, tidak bersamaan oleh 11 pelaku ini," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya