Di Takalar, Kemenkominfo Bikin Literasi Digital Kenalkan Etika Berdigital ke Siswa
- Kemenkominfo
VIVA Nasional – Kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, terus dilakukan ke berbagai daerah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Masih bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, literasi digital ini menyasar para siswa yang berada di Sulawesi. Kegiatan tersebut digelar di 232 Sekolah Dasar dan SMP di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Peserta yang ikut adalah sebanyak 11.878 siswa, Jumat 26 Mei 2023, dimulai pukul 09.00 sampai dengan 11.00 WITA. Adapun tema yang diusung adalah “Rekam Jejak Digital di Ranah Pendidikan,”.
Seperti di berbagai daerah lain, literasi digital ini digelar dalam rangka meningkatkan tingkat Literasi Digital 50 juta masyarakat Indonesia pada tahun 2024 menuju Indonesia #MakinCakapDigital.
Ini berdasarkan HootSuite dan We Are Social, pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta jiwa. Bertambah 2,1 juta per Februari dari tahun sebelumnya. Itu merupakan 73,7 % dari total populasi Indonesia, dengan persentase pengguna internet melalui ponsel mencapai 94,1 %.
Indeks literasi digital nasional belum menggembirakan. Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada tahun 2021, tingkat literasi digital masyarakat Indonesia berada di level sedang dengan nilai 3,49 dari 5,00.
Sehingga upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat Indonesia dengan memanfaatkan teknologi digital secara positif, produktif, dan aman. Maka diberikan materi yang didasarkan pada 4 pilar utama literasi digital, yaitu kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.
Di Kabupaten Takalar program #literasidigitalkominfo yang digagas Kemenkominfo menampilkan narasumber Trisno Sakti Herwanto, yang merupakan IAPA dan Kaprodi Ilmu Administrasi Publik Fisip Unpar Bandung. Materi yang disampaikan tentang Etika Digital.
Jelas dia, dalam berhubungan dengan orang lain di dunia digital, harus menggunakan etika, ramah dalam berbahasa, dan juga cerdas dalam berdigital.
“Kita harus saling menjaga dan peduli, bukan suka memamerkan atau mengejek. Selain itu, sebagai Bhineka Tunggal Ika, kita seharusnya bisa menghargai perbedaan. Kita harus menghargai hal-hal yang biasa dan juga menggunakan bahasa Indonesia dengan sopan dan ramah. Artinya, kita tidak boleh menggunakan kata-kata kasar atau menjadi netizen yang tidak sopan. Kita adalah bangsa yang cerdas, jadi kita harus menyaring informasi sebelum membagikannya. Jangan langsung membagikan tanpa menyaring terlebih dahulu, kita harus memastikan apakah informasi itu benar dan baik,” jelasnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Takalar, Muhammad Nurdin, berkesempatan memberikan materi terkait budaya digital. Jelas dia, budaya bermedia digital adalah kemampuan individu untuk membaca, menganalisa, memeriksa, dan memperluas wawasan kebangsaan serta memegang nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga perlu filter dan pedoman dalam menerima informasi serta berinteraksi di dunia digital.
“Nilai utama kita dalam membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna media sosial. Budaya kita sebagai orang Indonesia adalah menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu caranya adalah dengan menjadi teliti dalam memeriksa informasi sebelum kita menyebarkannya,” jelasnya.
#literasidigitalkominfo ini diakhiri dengan penuturan konsultan teknologi informasi, Eka Y. Saputra. Dia memberi pengajaran materi keamanan digital. Dia menjelaskan kepada para siswa dan siswi ini, tentang sisi negatif dunia digital.
Apalagi kerap dialami oleh anak-anak. Apa itu? Yakni perudungan atau cyberbullying dan predator cyber. Dijelaskannya baik itu cyberbullying maupun predator cyber sama-sama menyakiti, mengancam, dan merupakan perilaku jahat. Tetapi untuk predator cyber dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak.
“Bentuk-bentuk predator cyber sangat beragam, misalnya orang dewasa yang berbicara dengan kata-kata kasar, mengajak percakapan yang mengarah pada hubungan seksual dengan anak-anak kecil. Selain itu, mereka bisa memaksa atau mengancam adik-adik tersebut, misalnya meminta uang, pulsa, atau barang dengan mengancam untuk melakukan sesuatu yang buruk, seperti menculik. Semua tindakan ini termasuk dalam predator cyber dan sangat berbahaya,” jelasnya.
Para peserta berkesempatan mengajukan sejumlah pertanyaan yang dijawab secara langsung pula oleh narasumber pada sesi terakhir webinar, dengan dipandu oleh moderator Indriyani Wijaya.
Informasi lebih lanjut mengenai literasi digital sektor pendidikan dapat diperoleh pada media literasi digital kominfo di info.literasidigital.id atau mengikuti media sosial Literasi Digital Kominfo di Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Literasi Digital Kominfo, dan Youtube @literasidigitalkominfo.