PT Duta Pertiwi Ngaku Terzolimi Dibalik Kisruh Penghuni-Pengelola Apartemen Cempaka Mas
- dokumentasi
VIVA Nasional– Kisruh antara pengelola dan penghuni Apartemen Graha Cempaka Mas (GCM) yang terjadi sejak puluhan tahun lalu sampai dengan saat ini masih terus berlangsung.
Perwakilan PT Duta Pertiwi yang ditunjuk perhimpunan pemilik rumah susun campuran (PPRSC) Graha Cempaka Mas untuk mengelola iuran pengelola lingkungan (IPL) buka suara terkait dengan kisruh tersebut. PT Duta Pertiwi mengaku merasa terzolimi akibat kisruh di Apartemen Graha Cempaka Mas.
Pengakuan itu diungkap perwakilan PT Duta Pertiwi, Satya Dharma saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR RI dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto beserta jajarannya di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 23 Mei 2023.
Awalnya, Satya menjelaskan pihaknya kecewa dan terzolimi atas pembentukan Forum Komunikasi Warga (FKW) yang dibentuk atas inisiasi Tonny Soenanto dan Saurip Kadi. Termasuk adanya pemungutan biaya tagihan listrik dan air tanpa diketahui PT Duta Pertiwi.
"Dengan pengakuan itu, kami merasa terzolimi karena Pak Tonny Soenanto telah memungut biaya tagihan service charge listrik air tanpa sepengetahuan kami. Bahkan tidak menyetorkan kepada PPRSC Heri Wijaya agar kami dapat melakukan pembayaran listrik PLN," kata Satya di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Sebelumnya diberitakan, kisruh antara pihak pengelola dan penghuni Apartemen Graha Cempaka Mas (GCM) selama bertahun-tahun akhirnya dibahas di ruang rapat DPR RI. Duduk perkara terjadinya kisruh itu pun dibongkar dengan jelas Polda Metro Jaya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI.
RDP yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa itu berlangsung di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 23 Mei 2023.
Dalam rapat tersebut, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi membongkar secara jelas kronologi kisruh yang terjadi di Apartemen Graha Cempaka Mas.
"Pembangunan Graha Cempaka Mas awalnya dibangun dalam dua tahap, pertama pembangunan 6 menara apartemen yang terdiri 888 unit apartemen dan 161 ruko. Pembangunan selesai tahun 1997," kata Hengki di ruang rapat Komisi III DPR RI.
"Kemudian tahap kedua pembangunan yaitu pusat perbelanjaan dan rukan 4 susun selesai dibangun tahun 2002," sambungnya.
Setelah proses pembangunan rampung, dibentuklah perhimpunan pemilik rumah susun campuran (PPRSC) Graha Cempaka Mas sesuai dengan SK Gubernur Nomor 1209 Tahun 2000. PPRSC yang dibentuk itu lantas menunjuk PT Duta Pertiwi sebagai pengelola pada tahun 2000-2012 untuk mengelola iuran pengelola lingkungan (IPL) atau service charge air dan listrik.
"Tahun 2013, PPRSC mengumumkan rencana kenaikan IPL dan PPN. Inilah awal konflik antar warga di sana. Lima puluh orang ini membentuk Forum Komunikasi Warga (FKW) Graha Cempaka Mas atas inisiasi dari Bapak Tonny Soenanto dan Bapak Saurip Kadi," tuturnya.
Forum itu kemudian mengadakan rapat umum luar biasa dan melakukan perubahan AD/ART serta membuat kepengurusan baru. Sehingga terjadi dualisme kepengurusan sejak 2013 dimana PPRSC GCM yang pertama menunjuk PT Duta Pertiwi sebagai pengelola itu membawahi kurang lebih 800 kepala keluarga.
Imbas dualisme itu, Tonny membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Graha Cempaka Mas (P3SRS GCM). Perhimpunan ini membawahi kurang lebih 200 kepala keluarga.
"Di sini pembentukan P3SRS GCM oleh Pak Tonny Soenanto dianggap kepengurusan lama tidak kuorum dan melanggar AD/ART," ungkapnya.
Dikatakan Hengki, dualisme ini mengakibatkan warga lama maupun warga baru tetap dikenai iuran melalui PT Duta Pertiwi. Kendati begitu, listrik dan Ir warga akhirnya dipadamkan karena diduga tak dibayarkan pengurus. Inilah yang disebut Hengki awal mula kisruh di Apartemen Graha Cempaka Mas terjadi selama belasan tahun.