Pemerintah Diminta Tetapkan 21 Mei sebagai Hari Reformasi

Pius Lustrilanang (Gerindra)
Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma

VIVA Nasional –Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) mendorong pemerintah menetapkan tanggal 21 Mei yang menjadi puncak sejarah reformasi sebagai hari nasional.

"Ada hari Kesaktian Pancasila, ada hari Lahir Pancasila, kenapa tidak ada hari reformasi? Saya mengusulkan kepada pemerintah, untuk menetapkan tanggal 21 Mei sebagai Hari Reformasi diperingati setiap tahun," kata Sekjen Aldera, Pius Lustrilanang dalam keterangan tertulis, Senin, 22 Mei 2023. 

Ini Permintaan Puan ke Pemerintah Jelang Nataru 2025

Pius menjelaskan, reformasi di Indonesia berhasil diperoleh dengan susah payah, khususnya oleh elemen mahasiswa yang pada puncaknya di tahun 1998 yang berhasil menggulingkan pemerintahan Presiden Soeharto atau rezim orde baru.

Sorot 20 tahun Reformasi - Peringatan tragedi 12 Mei 1998 - Monumen 12 Mei

Photo :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta
PPN Naik 12%, Ini 3 Solusi untuk Pekerja Hadapi Dampak Kenaikan PPN

"Kami ingin ingatkan bahwa reformasi diperjuangkan dengan susah payah. Begitu banyak orang ditangkap, dibunuh, disiksa. Perlu 20 tahun perjuangan mahasiswa perjuangan reformasi itu sendiri," kata Pius.

Soal progres dari reformasi yang diperjuangkan elemen mahasiswa saat menumbangkan rezim orde baru, Pius menilai saat ini sistem demokrasi telah cukup baik. 

Viral! Ada Sekolah Wajibkan Murid Beli Tempat Makan untuk Program Makan Gratis, Minta Bayaran Rp60 Ribu

"Menurut saya semua prasyarat demokrasi sudah ada, pemilu yang bebas, pemilihan presiden langsung, kita punya kebebasan berpartai, ada supremasi hukum, ada penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi kita sudah bagus," ujarnya.

Meski begitu, Pius menyebut demokrasi saat ini belum mencapai titik ideal karena masih terbilang prosedural alias belum substansial. 

"Yang substansial itu harus membawa sebanyak-banyaknya kemakmuran, keadilan pada rakyat. Ini semua (demokrasi saat ini) masih prosedural, tapi reformasi masih berproses. Banyak sekali perkembangan (reformasi), kita jaga supaya tidak mundur kembali. Tinggal kita harus waspada terhadap upaya-upaya kembali ke masa lalu. Itu saja," kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini.

Kekhawatiran tersebut, menurut Pius, bukan tanpa sebab. Di usia reformasi yang telah menginjak 25 tahun, dia menyebutkan, masih adanya upaya-upaya untuk kembali ke masa lalu. Upaya itu di antaranya dengan wacana menambahkan batasan jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode dan penundaan pemilu. "Semua itu adalah wacana yang membahayakan bagi demokrasi,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya