Imparsial Nilai RUU TNI Ancam Demokrasi dan Konstitusi Pasca 25 Tahun Reformasi

Ilustrasi TNI Tidak ada Hijau dan Merah Putih
Sumber :
  • vstory

VIVA Nasional – Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menilai revisi draft Rancangan Undang-undang (RUU) TNI tidak sejalan dengan amanah Reformasi 1998. Pasalnya, banyak agenda Reformasi di sektor keamanan yang belum berjalan sesuai harapan.

Letkol Salim, Komandan Marinir Rusia Tewas Dihantam Roket Buatan Amerika

Bahkan, kata Gufron, di antaranya disinyalir berjalan mundur karena tidak berhasil menjaga capaian Reformasi yang telah berjalan sejak 1998 secara konsisten.

"Misalnya semakin meluasnya peran internal militer, masuknya militer ke ruang-ruang sipil melalui berbagai macam MoU antara militer degan instansi sipil, baik itu terkait pengamanan pembangungan, pengamanan dalam negeri, yang mekanismenya juga bertentangan dengan UU," ujar Gufron dalam keterangannya, Senin, 22 Mei 2023.

Suplai Pasukan dan Senjata ke Rusia, Korut Terima Cuan Rp97 Triliun

Terdapat dua catatan umum terkait problematika dalam proses Reformasi TNI setelah 1998. Pertama, masih mangkraknya agenda reformasi militer di 1998 misalnya peran TNI dalam politik. Kedua, kegagalan untuk mencapai respons positif dari tuntutan TNI 1998. 

Nasib tak Ada yang Tahu, Jenderal TNI Agus Subiyanto Dulu Ditolak Jadi Satpam

"Reformasi TNI justru mengalami kemunduran belakangan ini. Ditambah lagi adanya wacana dan draft rancangan revisi UU TNI. Jika melihat pada draftnya maka akan menegaskan kemunduran reformasi TNI itu sendiri dan gagal mempertahankan capaian reformasi TNI secara konsisten," katanya. 

Gufron juga menyoroti anggaran TNI yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang akan dihapus. Hal ini, lanjut dia, juga berbahaya karena TNI akan disibukkan dengan hal administratif dan teknis. Padahal Kemhan memang ditugaskan untuk membantu administrasi pertahanan bagi TNI. 

Selain itu juga terdapat isu terkait reformasi peradilan militer dalam draft revisi UU TNI yang akan dihapus, militer akan sepenuhnya diadili melalui peradilan militer baik karena melakukan pelanggaran tindak pidana umum. 

"Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang membubarkan ABRI dan pemisahan TNI-Polri. Jika beberapa hal ini diadopsi melalui revisi UU TNI maka tentu akan mengancam demokrasi Indonesia di masa yang akan datang," ucapnya.

Adapun Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan, peringatan 25 tahun Reformasi saat ini masih diwarnai dengan banyaknya kemunduran demokratis berupa penyempitan partisipasi publik. 

"Rezim Soeharto kuat karena ditopang oleh politik militer. 32 tahun politik Orde Baru berkuasa Indonesia berada dalam kegelapan, tidak ada kebebasan," ujar dia.

Jika fungsi militer ditambah melalui revisi UU TNI ini untuk menjaga kemanan maka sama saja mengembalikan fungsinya sama seperti zaman Orde Baru.

"Presiden dan DPR harus menyakatan sikap, stop revisi UU TNI. Lebih baik Presiden dan DPR fokus untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit seperti memperbaiki persoalan terkait perumahan prajurit TNI," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya