Kronologi Lengsernya Soeharto dari Kursi Kepresidenan RI Mei 1998
- golkarpedia.com
VIVA Nasional – Pada 25 tahun lalu atau tepatnya Mei 1998 patut dicatat dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Kamis, 21 Mei 1998 Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto, yang telah memimpin selama 32 tahun mengundurkan diri dari jabatannya.
Berikut kronologi lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan Republik Indonesia.
Soeharto yang baru saja dilantik untuk ketujuh kalinya pada 5 Maret 1998 harus dihadapi dengan badai krisis moneter. Kala itu dia mendapat tekanan ekonomi dan politik serta tekanan dari gelombang unjuk rasa yang menuntut reformasi.
Kendati demikian, Soeharto tetap optimis bahwa dirinya mampu mengakhiri persoalan tersebut. Pada 14 Maret 1998, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini membentuk kabinet baru yang diberi nama Kabinet Pembangunan VII.
Ramainya gerakan protes dengan tuntutan reformasi politik sepanjang bulan Maret hingga Mei seakan membuat Soeharto gerah. Barulah pada 15 April 1998 Soeharto angkat bicara, saat itu dia memerintahkan mahasiswa untuk kembali pulang ke kampus.
Kemudian pada 18 April 1998, Menteri Pertahanan Jenderal ABRI (Purn) Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengajak mahasiswa untuk berdialog di Pekan Raya Jakarta, namun ajakan tersebut ditolak mahasiswa.
Memasuki bulan Mei tepatnya pada tanggal 1, Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan menegaskan bahwa reformasi baru akan bisa dimulai pada tahun 2003. Akan tetapi, sehari kemudian pernyataan tersebut diralat, dia mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
Senin, 4 Mei 1998, Mahasiswa di Bandung, Medan dan Yogyakarta melakukan aksi protes kenaikan harga BBM yang diberlakukan pada 2 Mei 1998. Aksi tersebut berujung ricuh dengan aparat kepolisian. Misalnya saja di Universitas Pasundan, Bandung 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.
Singkatnya pada Sabtu, 9 Mei 1998, Soeharto melakukan lawatan ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G15. Perlu dicatat ini adalah kunjungan luar negeri terakhirnya sebagai Presiden Indonesia.
Selasa, 12 Mei 1998, aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus. Tindakan aparat tersebut akhirnya memantik amarah warga.
Dalam lawatannya di Mesir, Soeharto menyatakan bersedia mundur jika rakyat Indonesia menginginkannya. Adapun kondisi dalam negeri saat itu sangat tidak stabil, kerusuhan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabodetabek seperti Hero, Superindo, Makro, Ramayana dan Borobudur.
Bahkan, beberapa dari pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang dikabarkan meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi dalam kerusuhan tersebut.
Mengetahui kondisi carut matut di Tanah Air, Soeharto pun memperpendek kunjungannya di Kairo. Pada 15 Mei 1998 dia tiba di Indonesia, saat itu suasana Jakarta masih cukup mencekam. Toko-toko masih tutup, para warga pun masih takut keluar rumah. WNA juga demikian, mereka berbondong-bondong kembali ke negara asalnya.
Selasa, 19 Mei 1998, Soeharto memanggil 9 tokoh Islam, di antaranya ada Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Pertemuan itu berlangsung hampir 2,5 jam, molor dari yang semula hanya dijadwalkan 30 menit.
Pada kesempatan itu, para tokoh membeberkan situasi terakhir dimana elemen masyarakat dan mahasiswa bersikeras menginginkan Soeharto mundur. Dengan tegas, permintaan itu ditolak Soeharto. Pada saat itu Soeharto berjanji dia tidak akan maju lagi untuk menjadi Presiden.
Namun, hal itu tidak cukup untuk meredam aksi massa, bahkan mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjuk rasa semakin banyak. Adapun Amien Rais, mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Ajakan ini diketahui petugas, aparat kepolisian pun langsung menutup akses menuju Lapangan Monumen Nasional. Amien Rais pun memerintahkan massa untuk tidak datang karena khawatir adanya korban jiwa saat bentrokan dengan petugas.
Sementara, di sisi lain, ribuan massa terus memenuhi gedung MPR-DPR, Senayan, mereka terus bersikeras menekan agar Soeharto mundur dari jabatannya. Ramainya tekanan dari masyarakat, membuat Soeharto akhirnya mengamini keinginan tersebut.
Di Istana Merdeka, Kamis, 21 Mei 1998 pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur sebagai Presiden Republik Indonesia. Sesuai amanat konstitusi, Wakil Presiden Bj Habibie dilantik untuk melanjutkan estafet kepemimpinannya. (Antara)