Ibu Melahirkan Meninggal Usai Ditolak RSUD Subang, Dedi Mulyadi: RS Rujukan Harus Ditambah

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi
Sumber :
  • ANTARA/Ali Khumaini

VIVA Nasional – Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Dedi Mulyadi mengunjungi rumah keluarga Juju Junaedi (45) yang istrinya, Kurnaesih (39) meninggal di perjalanan pada pertengahan Februari 2023. Peristiwa itu heboh disebutkan terjadi karena Kurnaesih ditolak saat akan melahirkan di RSUD Ciereng, Subang, Jawa Barat.

Penahanan Ibu Ronald Tannur Resmi Dipindah ke Kejagung

Dedi berkunjung ke rumah almarhumah di Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. Juju menjelaskan, kejadian tersebut terjadi pada 16 Februari 2023. Saat itu istrinya akan melahirkan anak ketiga dibantu oleh bidang desa. 

Namun karena kondisinya drop sang istri dibawa ke Puskesmas. Selanjutnya dibawa kembali ke RSUD Ciereng, Subang. “Perjalanan dari sini sekitar 1,5 jam ke RSUD Ciereng,” kata Juju, Rabu 8 Maret 2023.

Dedi Mulyadi-Erwan Unggul 65 Persen di Pilkada Jawa Barat, Survei Litbang Kompas

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga kolam ikan itu tak mendengar jelas apa obrolan antara bidan dan pihak rumah sakit lantaran dalam kondisi panik. Namun yang masih ia ingat disebutkan bahwa pihak rumah sakit mengatakan bahwa pasien dari Tanjungsiang belum ada konfirmasi dari puskesmas.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi

Photo :
  • VIVA/Adi Suparman
Debat Perdana Pilgub Jabar 2024, Adu Argumen Diwarnai Canda Tawa

Akhirnya bidan membantu dengan menelepon sejumlah rumah sakit terdekat dan hasilnya tidak ada ruangan ICU yang kosong. “Kemudian inisiatif dibawa ke RSHS Bandung lewat Jalan Cagak. Di perjalanan sudah masuk Bandung di Jalan Cipaganti meninggal,” katanya.

Ia tak tahu mengapa kejadian tersebut baru viral saat ini. Sebab sejak kejadian pertengahan Februari lalu, ia sudah mengikhlaskan istri dan bayi dalam kandungannya.

“Saya setelah kejadian gak lapor ke mana-mana. Saya mah gak mau ribet. Mungkin orang tahu dari mulut ke mulut. Saya tidak ada pikiran untuk menuntut atau apa. Saya hanya ingin istri saya ini kejadian yang terakhir, jangan sampai menimpa orang lain,” ujar Juju.

Kemudian Dedi pun bertemu dengan Bidan Iis yang menangani Kurnaesih saat kejadian. Menurut Iis, almarhumah hanya tiga kali periksa pada minggu ke-30, ke-36 dan ke 36. Kondisi kehamilan pun normal meski sudah memasuki usia rawan.

Di hari kejadian, Kurnaesih mengalami muntah darah dan pingsan yang membuatnya harus dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke RSUD Ciereng karena kondisinya memerlukan pertolongan lanjutan.

“Sebenarnya Ciereng baik, tidak ada kata penolakan. Bukannya ditolak, walaupun sekarang beritanya ramai ditolak, jadi sebenarnya ruangnya penuh, jadi mencari ruang yang ada ICU-nya,” kata Iis.

Karena ICU Ciereng dan rumah sakit sekitar penuh, maka ibu tersebut dibawa ke RS Hasan Sadikin Bandung yang lebih besar dengan harapan ada ruangan dan peralatan yang lebih memadai. “Sudah kontak ke yang terdekat pada penuh jadi menuju RSHS yang lebih besar. Jadi problemnya hanya itu saja perjalanan jauh,” katanya.

Mendengar penjelasan tersebut Dedi Mulyadi menilai pentingnya manajemen rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan. Semestinya sebelum membawa pasien harus dipastikan terlebih dahulu apakah ada ruangan atau pelayanan yang tersedia atau tidak. Jangan sampai setelah perjalanan jauh ternyata nihil.

Hal seperti itu pernah Dedi ubah saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Sebanyak 11 rumah sakit yang bekerja sama dengan pemerintah dibuat standarisasi pelayanan agar pasien bisa memastikan ruangan dan layanan.

“Ada 11 RS yang kerja sama cukup pakai KTP itu orang sudah bisa memastikan tinggal datang ke rumah sakit mana yang kosong. Ke depan otokritik manajemen pelayanan kesehatan pastikan pasien ke rumah sakit memiliki layanan memadai, sehingga kalau penuh bisa segera menuju rumah sakit lain,” katanya.

Menurut Dedi, tujuan dibangunnya rumah sakit bukan sekadar untuk melayani masyarakat yang berduit. Tapi di sisi lain ada sisi kemanusiaan bahwa setiap masyarakat bisa dilayani dengan baik.

Problem lain yang ada saat ini adalah terkait rumah sakit rujukan. Sebab saat ini rumah sakit rujukan yang sangat memadai di Jawa Barat hanya RSHS yang berada di Kota Bandung.

“Kalau warga Jabar sekitar Jabodetabek masih bisa dekat ke Jakarta. Tapi bayangkan warga Banjar, Garut Selatan, Sukabumi Selatan, Cirebon yang jaraknya jauh plus lamanya antrean masuk ke RSHS misalkan mau operasi karena pasiennya membludak bisa berbulan - bulan baru dioperasi,” ucapnya.

Solusinya, menurut Dedi, adalah dengan memanfaatkan anggaran keuangan daerah provinsi untuk membangun rumah sakit rujukan di setiap daerah. Minimal lima kabupaten/kota ada satu rumah sakit rujukan sehingga tidak terjadi penumpukan seperti yang saat ini terjadi di RSHS.

“Sehingga tidak terjadi penumpukan di satu rumah sakit yang tersentral yang berdampak pada banyak pasien mengalami perlambatan pelayanan atau pasien yang meninggal di perjalanan. Catatan penting bagi kita semua bahwa diarahkan pembangunan ini pada hal yang konstruktif yang dirasakan langsung oleh masyarakat yang sifatnya pelayanan utamanya melayani orang-orang miskin,” terang Dedi

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya