Kejaksaan Tetapkan 6 Tersangka Kasus Korupsi Dana Pensiun Pelindo
- Kejaksaan Agung
VIVA Nasional - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, telah menetapkan enam orang tersangka kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana pensiun perusahaan pelabuhan dan pengerukan (DP4) di PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) tahun 2013-2019. Kini, enam orang tersangka juga dilakukan penahanan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan enam orang yang dijadikan tersangka yaitu EWI selaku Direktur Utama DP4 periode 2011-2016; KAM selaku Direktur Keuangan DP4 periode 2008-2014; US selaku Manager Investasi DP4 periode 2005 s/d 2019.
“IS selaku Staf Investasi Sektor Riil periode 2012-2017; CAK selaku Dewan Pengawas DP4 periode 2012-2017; dan AHM selaku makelar tanah (pihak swasta),” kata Ketut melalui keterangannya pada Selasa, 9 Mei 2023.
Untuk mempercepat proses penyidikan, kata dia, penyidik jaksa melakukan penahanan terhadap enam orang tersangka selama 20 hari kedepan terhitung pada Selasa, 9 Mei sampai 28 Mei 2023. Adapun, tiga orang tersangka ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung yakni EWI, KAM dan AHM.
“Tersangka CAK, US dan IS ditahan di Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat selama 20 hari terhitung sejak 9 Mei sampai 28 Mei 2023,” jelas dia.
Selanjutnya, Ketut menjelaskan duduk perkara yang menyeret enam orang tersangka, bahwa dalam pelaksanaan program pengelolaan DP4, telah dilakukan investasi pada pembelian tanah serta penyertaan modal pada PT. Indoport Utama (IU) dan PT. Indoport Prima (IP).
“Dimana, terindikasi dalam pelaksanaan pengelolaannya terdapat perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp148 miliar,” jelas dia.
Sementara, Ketut membeberkan modus yang dilakukan masing-masing bahwa adanya fee makelar dan harga tanah dimark-up, sehingga terdapat kelebihan dana yang diterima oleh tim pengadaan tanah pada pembelian tanah di Salatiga, Palembang, Tangerang, Tigaraksa, dan Depok.
“Dengan dalih melakukan investasi penyertaan modal ke PT Indoport Utama (PT IU) dan PT Indoport Prima (PT IP) agar uang dapat dikeluarkan, namun pada akhirnya tidak dipertanggung jawabkan penggunaannya,” ucapnya.
Peran Tersangka
Ketut mengungkap peran tersangka EWI telah secara melawan hukum menyetujui pembelian tanah tanpa didasari Standar Operasional Prosedur (SOP), dan dengan dalih melakukan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP.
“Dimana, yang bersangkutan sendiri menjabat sebagai komisarisnya, sehingga uang dapat dikeluarkan dan mendapat keuntungan secara tidak sah,” ungkapnya.
Kedua, tersangka KAM telah secara melawan hukum menyetujui pengeluaran dana untuk pembelian tanah dan penyertaan modal PT IU dan PT IP yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), serta mendapat keuntungan yang tidak sah.
Kemudian, tersangka US dan IS telah secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum mengusulkan investasi yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan menerima keuntungan secara tidak sah atas perbuatan tersebut.
Berikutnya, tersangka CAK telah secara melawan hukum tidak memberikan saran, pendapat, evaluasi, dan monitoring yang sesuai arahan investasi dan menerima keuntungan tidak sah atas perbuatan tersebut. “Tersangka AHM mendapatkan fee secara tidak sah untuk pembelian tanah di Depok dan Palembang,” ujarnya.
Atas perbuatannya, kata Ketut, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.