5 Titik Kritis Jemaah Haji, Berisiko Sebabkan Tersasar Hingga Kelelahan
- MCH 2022
VIVA Nasional – Rangkaian kegiatan Ibadah Haji bukan hanya butuh persiapan materi. Sebagai bagian dari rukun Islam kelima, ibadah haji yang wajib dilakukan jika mampu ini juga butuh kesiapan fisik yang prima. Hal ini penting diperhatikan para jemaah agar rangkaian ibadah haji yang dijalankan berjalan lancar tanpa kendala.
Mengenai hal ini, Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag) Arsyad Hidayat mengungkapkan hal yang penting diperhatikan dan disampaikan pada para jemaah adalah, adanya sejumlah titik kritis dalam pelaksanaan haji.
Arsyad pun berpesan pada para peserta Bimbingan Teknis (Bimtek) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2023 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, Selasa, 11 April 2023.
"Setidaknya ada lima titik kritis yang harus menjadi perhatian bersama, terutama bagi para petugas haji dari PPIH Arab Saudi," kata Arsyad.
Kultur, Budaya, Suhu
Pertama soal perbedaan kultur, budaya, suhu, dan lain-lain antara Indonesia dengan Arab Saudi. Perbedaan ini seringkali membuat jemaah haji Indonesia kaget dan stres.
"Sebagai contoh banyak orang syok lihat kultur bicaranya orang Arab keras karena mereka hidup di padang pasir. Ada yang anggap kok mereka marah-marah ke kami. Ada nenek-nenek yang sampai stres karena susah dicek mukanya oleh imigrasi, merasa dibentak-bentak, padahal bukan. Jadi ini kaitan dengan kultur pun bisa membuat jemaah kita jadi stres. Ini perlu diantisipasi," ujar Arsyad.
Jemaah Tersasar
Titik kritis kedua terjadi ketika jemaah haji baru tiba di Arab Saudi. Jemaah gelombang 1 akan tiba di Madinah dan melaksanakan salat arbain (shalat 40 waktu) di Masjid Nabawi. Sementara jemaah gelombang 2 akan mendarat di Bandara Jeddah dan langsung menuju Mekkah untuk melakukan umrah wajib atau umrah haji.
Biasanya para jemaah begitu semangat saat tiba. Dalam situasi ini, kebanyakan jemaah akan sangat bersemangat untuk langsung melakukan ibadah. Saking semangatnya, sering sekali ada yang lupa melakukan orientasi lokasi tempat tinggalnya, sehingga tidak sedikit yang tersasar dan tidak bisa pulang ke hotel atau pemondokan.
"Ini harus jadi perhatian setiap kali ada kedatangan minta jemaah haji lakukan orientasi lokasi mereka tinggal, pertama hotelnya di mana, jalannya jalan apa, ciri fisiknya apa, setiap jemaah dibekali kartu hotel untuk suatu saat ketika tersasar bisa minta tolong siapapun, termasuk kepada petugas haji Indonesia," tutur dia.
Arsyad berharap, ini bisa jadi perhatian, terutama untuk petugas haji dan semua pihak. Seperti diketahui tahun ini jumlah jemaah haji lansia yang diberangkatkan mencapai 66 ribu lebih jemaah. Jumlah ini menjadi jumlah lansia terbanyak. "Ini titik kritis juga, dengan jumlah lansia yang banyak, potensi jemaah tersasar akan semakin besar."
Kelelahan
Titik krisis ketiga, Arsyad mengatakan, umumnya jemaah haji yang berada di Mekkah saat menunggu puncak haji akan memanfaatkan waktu untuk melaksanakan tawaf sunah sebanyak-banyaknya. Bahkan, tak sedikit yang memaksakan tawaf sunnah berkali-kali hingga kelelahan dan fisiknya lemah saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
"Kami tidak melarang melakukan umrah sunnah berkali-kali untuk mereka yang sehat. Tapi buat mereka yang memiliki keterbatasan-keterbatasan mohon itu jadi perhatian. Tidak kita paksakan mereka berkali-kali umrah sunnah, karena menjelang hari H keberangkatan ke Arafah kondisi fisik mereka akan lemah sehingga tidak bisa melaksanakan wukuf. Padahal wukuf merupakan rukun ibadah haji," katanya.
"Jangan kita kedepankan yang sunah tapi tinggalkan yang rukun. Cara pandang ini salah. Jadi tolong diingatkan siapa saja untuk tidak memporsir jemaah melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat kondisi mereka semakin lemah," sambung Arsyad.
Kurang Istirahat
Keempat, titik kritis jemaah calon haji juga terjadi menjelang keberangkatan dan saat berada di masyair atau di Armuzna. Meski diberi waktu dan tempat untuk istirahat tidur, jemaah masih berpotensi kelelahan saat berada di Armuzna. Sebab, situasi di Armuzna saat puncak haji sangat ramai. Seluruh jemaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul dalam satu tempat dan waktu bersamaan.
"Kemudian tenda di Mina yang sempit sehingga membuat mereka mungkin tidak banyak istirahat, sehingga fisik mereka lemah. Padahal saat pelaksanaan masyair justru jemaah banyak sekali melakukan aktivitas fisik. Maka berdasarkan laporan Kemenkes setiap tahunnya angka kematian jemaah haji meningkat drastis setelah pelaksanaan ibadah di Masyair. Faktor penyebabnya adalah kelelahan. Ini menjadi titik kritis juga dalam pelayanan kepada jemaah haji Indonesia di tahun 2023," tutur Arsyad.
Tawaf Ifadah
Terakhir, titik kritis jemaah haji dikhawatirkan juga terjadi saat pelaksanaan tawaf ifadah. Kata Arsyad, setiap tahun suasana di sekitar Ka'bah dipastikan penuh dan sesak ketika pelaksanaan tawaf ifadah.
"Apalagi kalau ada orang yang sengaja ambil pelaksanaan tawaf ifadahnya pada 10 Dzulhijjah. Sudah kondisi fisiknya capek habis (lempar) jumrah aqabah langsung jalan ke Masjidil Haram, tambah capek dan lelah," katanya.
Untuk itu, Arsyad berpesan agar para konsultan ibadah juga pembimbing ibadah untuk memberitahukan pada para jemaah untuk menyelesaikan dulu prosesi ibadah di Mina. Setelah prosesi lempar jumrah selesai, baru jemaah bisa bergeser ke Masjidil Haram untuk tawaf ifadah, sehingga tidak bolak-balik.
"Jangan paksakan tawaf ifadah, selesai jumrah aqabah. Karena saya sendiri yang masih muda capek betul, apalagi mereka yang sudah tua. Maka pembimbing saya minta bisa arahkan pelaksanaan tawaf ifadah setelah selesai pelaksanaan ibadah di Mina, setelah itu semua kembali ke Mekkah," ujar Arsyad.
Arsyad menekankan tak ada batasan untuk melaksanakan ifadah. Tak ada tanggal tertentu untuk melakukan kegiatan ibadah tersebut. Kapanpun bisa dilaksanakan selama masih berada di Kota Mekkah.
"Mereka boleh melaksanakan tawaf ifadah," katanya.