Geledah 2 Kantor Kementerian ESDM, KPK Sita Dokumen Fiktif Pencairan Tukin
- VIVA/Zendy Pradana.
VIVA Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung menggeledah dua lokasi terkait dengan kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dua lokasi yang dimaksud yaitu kantor pusat Kementerian ESDM dan kantor Direktorat Jenderal Minerba ESDM.
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan pihaknya menyita sejumlah dokumen dari penggeledahan tersebut. Dokumen itu kata Ali dapat menerangkan dugaan pencairan fiktif tukin ASN di Kementerian ESDM.
"Di dua lokasi itu, ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen yang menerangkan adanya dugaan pencairan fiktif tunjangan kinerja ASN di Kementerian ESDM," kata Ali dalam keterangannya, Selasa, 28 Maret 2023.
Ali menyebut, analisis dan penyitaan akan segera dilakukan terhadap dokumen hasil penggeledahan di Kementerian ESDM itu. "Analisis dan penyitaan segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan perkara dimaksud," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah menetapkan tersangka kasus dugaan pemotongan tunjangan kinerja (Tukin) kepada pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan tersangka dalam dugaan pemotongan tukin tersebut lebih dari satu orang.
"Yang ESDM kami pastikan tersangkanya lebih dari 1 orang, dan ini terkait tadi pemotongan tunjangan tukin sejauh ini berkisaran sekitar puluhan miliar ya," ujar Ali Fikri di KPK pada Senin, 27 Maret 2023.
Kemudian, Ali juga menuturkan bahwa dugaan pemotongan tukin pada pegawai Kementerian ESDM itu dilakukan pada periode 2020 hingga 2022.
"Tapi itu semua kami masih didalami ya informasi-informasi itu, fakta-fakta itu kemana saja uang yang diduga hasil pemotongan tukin dari para pegawai di Kementerian ESDM 2020-2022," ucap dia.
Sementara itu, uang yang diduga berkisar pada angka puluhan miliar itupun diduga dipakai oleh para tersangka untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
"Uangnya kemudian diduga dinikmati oleh para oknum ini yang kemudian penggunaannya juga diduga untuk baik itu ada keperluan pribadi masing-masing, ada pembelian aset, kemudian ada juga untuk 'operasional' gitu ya termasuk dugaannya dalam rangka untuk pemenuhan proses-proses pemeriksaan oleh BPK," beber Ali.
"Ya bisa masuk kategori pasal 2 dan pasal 3 karena perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri," tutupnya.