Emoji Tertawa, Reza Indragiri Sebut Perintah Teddy Minahasa 'Sebagian BB Diganti Tawas' Multitafsir

Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Hulu jadi saksi di sidang Teddy Minahasa
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito

VIVA Nasional – Pengadilan Negeri Jakarta Barat kembali menggelar sidang kasus narkoba dengan terdakwa Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa, Kamis 16 Maret 2023.

Bea Cukai dan Polri Ungkap Kasus Narkoba Jaringan Timur Tengah

Sidang kali ini beragendakan keterangan saksi ahli digital forensik, Reza Indragiri Hulu, yang dihadirkan pihak Kuasa Hukum Teddy Minahasa.

Kepada majelis hakim, Reza menjelaskan maksud dari perintah Teddy Minahasa Sebagai Kapolda Sumbar, ke AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi dengan perintah 'Sebagian BB diganti Trawas' menjadi multitafsir, jika diikuti dengan emoji.

Kompaknya Satu Keluarga di Batu Bara Tidak Patut Dicontoh, Jadi Bandar dan Pengedar Narkoba

Pihak kuasa hukum Teddy, Anthony Djono, bertanya kepada saksi ahli digital forensik untuk menafsirkan arti percakapan berisi perintah Irjen Teddy 'sebagian BB diganti Trawas' tanpa emoji di belakangnya.

Presiden Prabowo Setuju Pemindahan Tahanan Terpidana Narkoba Bali Nine

"Saudara ahli, dari gambar yang di depan kami tayangkan, apa yang bisa saudara tafsirkan?," tanya kuasa hukum kepada saksi ahli digital forensik.

"Izin majelis saya bermain dengan asumsi terlebih dahulu. Ini saya bayangkan sebagai sebuah komunikasi vertikal ya karena ada kata jenderal, menggunakan 'Siap gak berani jenderal,'. Maka saya bayangkan yang di bawah di kotak warna hijau tampaknya memiliki jabatan atau pangkat yang lebih rendah dari yang atasnya. Jadi vertikal bukan komunikasi setara tapi vertikal," jawab Reza.

Reza berpendapat percakapan tanpa emoji dari Teddy ke Dody itu bentuk mutlak sebuah perintah, serta mengandung criminal intent atau niat jahat.

"Menurut saya, dengan melihat dua potongan komunikasi ini merupakan absolut perintah dan ini mengandung criminal intent, mengandung niat jahat," ujar Reza.

Teddy Minahasa jalani sidang kasus peredaran narkoba di PN Jakbar

Photo :
  • VIVA/Andrew Tito

"Oke tidak ada tafsiran lagi?, tanya kuasa hukum.

"Tidak ada. Ini perintah jahat, ini perintah salah. Ini perintah di mana pihak pemberi perintah memiliki niat jahat, yaitu memanipulasi benda yang diperuntukkan untuk proses penegakkan hukum, criminal intent-nya menurut saya tidak bisa disanggah, dan lawan bicaranya menolak mentah-mentah untuk melaksanakan perintah salah tersebut, bagus," ujar Reza.

Pihak kuasa hukum kemudian menampikan bukti chat dalam layar lebar yang terdapat emoji di belakangnya. Dalam hal ini kuasa hukum meminta saksi ahli digital forensik untuk menilai dua bagian percakapan yang tidak sejalan karena adanya emoji.

"Sekarang tolong tampilkan gambar kedua, kalau ini bentuknya dengan kalimat yang sama persis, tapi ada tadi yang saudara sebutkan emoticon emoji, ini yang real, bagaimana saudara menafsirkan ini?, tanya kuasa hukum.

"Ini di dalam psikologi diistilahkan sebagai disonance. Disonance itu artinya ada dua bagian, dua elemen. Dalam konteks ini ada dua bagian percakapan yang tidak konsonan. Artinya tidak harmonis, tidak linear, tidak sejalan," jawab Reza.

Menurut saksi ahli, penyertaan emoji dapat mengubah arti percakapan secara keseluruhan yang dimengerti seseorang.

"Tadi saya katakan berdasarkan riset dan juga sudah dijadikan sebagai sebuah kebijakan dalam lembaga yudisial di negara lain, tidak bisa kita pisahkan atau kita nihilkan elemen emoji dalam percakapan. Elemen emoji menghadirkan konteks emosi yang bisa mengubah konteks percakapan secara keseluruhan," ujar Reza.

Dalam chat ini, Reza menjelaskan perintah jahat menjadi relatif atau multitafsir dengan adanya emoji di dalam pesan yang dikirimkan.

"Sesaat lalu di gambar sebelumnya itu adalah absolut perintah yang mengandung criminal intent. Tetapi begitu ditampilkan emoji tertawa, tafsiran saya terhadap pesan pertama menjadi relatif. Tidak lagi absolut seperti tadi, tetapi relatif. Artinya multitafsir, apakah bercanda, ataukah lainnya, saya tidak tau. Yang jelas ini menjadi relatif," ujarnya.

Reza mengatakan percakapan yang diikuti emoji membuat konteks criminal intent atau niat jahat itu diragukan alias dengan kata lain, pesan yang bercanda.

Dalam bacaan dakwaan JPU, Teddy Minahasa menugaskan AKBP Dody mengambil sabu barang bukti hasil pengungkapan, kemudian diminta untuk ditukar dengan tawas.

AKBP Dody Prawiranegara sempat menolak permintaan Teddy untuk menukar sabu tersebut dengan tawas. Namun karena Teddy yang merupakan Kapolda Sumatera Barat, Dody akhirnya mengiyakan.

AKBP Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda, yang selanjutnya Linda berikan kepada Kompol Kasranto, untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba kampung Bahari yang bernama Alex Bonpis.

Dalam kasus ini, ada 11 orang yang sudah berstatus terdakwa dan dan menjalani persidangan yakni Teddy Minahasa Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pudjiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.

Para terdakwa yang terlibat melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya