Plt Bupati Mimika Ajukan Judicial Review Soal Praperadilan dan Wewenang Jaksa

Tim kuasa hukum Plt. Bupati Mimika Johannes Rettob
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito

VIVA Nasional – Plt. Bupati Kabupaten Mimika, Johannes Rettob melalui kuasa hukumnya mengajukan uji materi atau Judicial Review mengenai dua ketentuan hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin 6 Maret 2023. Kedua aturan yang diuji materi ke MK adalah Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Pasal 82 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Hakim Tolak Praperadilan MAKI soal Kasus Dugaan Firli Bahuri Mangkrak di Polda Metro

Pemohon menguji Pasal 82 ayat (1) KUHAP yang mengatur gugurnya permintaan praperadilan dikarenakan perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan. Kuasa hukum pemohon, Jansen Sihaloho mengatakan pengajuan Judicial Review Pasal 82 KUHAP dilakukan agar pihak MK bisa memberikan tafsir terkait ketentuan tersebut.

“Kita ajukan ke Mahkamah Konstitusi, kita minta tafsir bahwa yang ditangguhkan adalah perkara pokoknya, tapi putusan pra peradilannya itu tetap lanjut sampai putusan akhir, Karena apa, itu tadi yang kita sampaikan, itu kan waktunya juga pendek cuma 7 hari. Artinya kan kita cuma meminta supaya Jaksa atau polisi itu menunggu 7 hari,” ujar Jansen dalam keterangannya di temui awak media di Cikini Jakarta Pusat Senin 6 Maret 2023.

Selama Lima Tahun, KPK Berhasil Usut 622 Penyidikan Korupsi

Ilustrasi gambar : Hukum

Photo :
  • vstory

Kuasa Hukum lainnya, M Yasin Djamaluddin mengungkapkan bahwa beberapa waktu lalu Plt. Bupati Kabupaten Mimika, Johannes Rettob mengajukan Praperadilan untuk menguji prosedur penetapan tersangkanya telah sesuai atau tidak. 

Cagub Papua Matius Fakhiri Gugat Hasil Pilgub Papua ke MK: Menjalankan Konstitusi

Namun hak tersangka untuk mengajukan Praperadilan dikebiri oleh Kejaksaan Tinggi Papua dengan mengajukan berkas perkara yang belum selesai ke Pengadilan, dengan maksud agar permohonan Praperadilan digugurkan Pengadilan.

M Yasin Djamaluddin menjelaskan, setelah mengetahui adanya Praperadilan tersebut, walaupun proses penyidikan belum selesai, yaitu belum ada pemeriksaan saksi dan ahli meringankan, penyidik Kejaksaan Tinggi Papua langsung melimpahkan berkas perkara ke Penuntut Umum dan selanjutnya langsung dilimpahkan ke Pengadilan agar permohonan Praperadilan tersebut digugurkan sehingga Kejaksaan Tinggi Papua selamat dari proses penetapan tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup.

“Johannes Rettob dan Silvi Herawaty telah menjadi korban kesewenangan-wenangan Kejaksaan Tinggi Papua dengan keberadaan Pasal tersebut. Itu sangat merugikan dan menghilangkan hak tersangka untuk menguji proses penetapan  tersangka yang benar, sesuai dengan asas due process of law,” kata M Yasin Djamaluddin.

Kedua pasal itu menurut Yasin sering digunakan Kejaksaan secara sewenang-wenang untuk menggugurkan Hak para pencari keadilan.

Menurut M Yasin Djamaluddin, Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), harus ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi: Apabila Permohonan Praperadilan sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri, maka Pokok Perkara haruslah ditanggungkan sampai adanya putusan Praperadilan, agar prosedur, keadilan dan transparansi penegakan hukum berjalan dengan baik.

Ilustrasi hukum.

Photo :
  • U-Report

M Yasin Djamaluddin menambahkan, uji materi dilakukan untuk menghindari Dwi fungsi kejaksaan sebagai penyidik dan penuntut umum yang menjadikan jaksa bertindak sewenang-wenang dalam proses penyidikan. "Dan untuk menghindari tumpang tindih penyidikan, maka Kejaksaan harus dikembalikan ke kewenangan yang hakikinya, yaitu Penuntutan bukan penyidikan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya