Viral Guru Tega Tampar Murid Karena Merokok Tuai Kecaman
- Pixabay
VIVA Nasional – Belum lama ini beredar sebuah video viral yang memperlihatkan seorang guru menampar siswanya karena kedapatan merokok. Kasus tersebut terjadi di salah satu SMK swasta di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Pada video tersebut terlihat seorang guru perempuan memukul dengan siswa dengan buku. Lalu, dia menyuruh orang lain di kelas tersebut untuk ikut menampar siswa yang merokok.
Atas kejadian ini, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengecam perilaku guru terhadap siswanya. Pihak FSGI menyebut, guru yang menampar peserta didik dan menyuruh siswa lain ikut melakukannya, termasuk dalam kategori perbuatan kriminal.
Pasalnya, menurut FSGI perbuatan ini amat ditentang dan meresahkan orang tua.
"Apabila dampak dari perbuatan guru menimbulkan kerugian bagi korban, menyebabkan anak tersiksa dan sengsara yang terukur dari ada kerusakan fisik dan psikis melalui rekomendasi dan keterangan ahli maka FSGI mendorong penegak hukum, memproses hukum pelaku menggunakan pasal 80 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 35 Tahun 2014 dengan ancaman hukuman pidana 3 tahun 6 bulan penjara dan/atau denda Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)," papar Ketua Tim Kajian Hukum FSGI, Guntur Ismail dalam keterangan resmi, Senin, 6 Maret 2023.
Kekerasan Tidak Boleh Meski untuk Mendisiplinkan
Ketua Dewan Pakar FSGI sekaligus mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti turut menegaskan, kekerasan tidak boleh dilakukan di pendidikan dengan mendisiplinkan sekalipun.
Pihak sekolah maupun kantor cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat wilayah XI memang mengakui kejadian tersebut. Korban dan guru juga sudah dimediasi dan permasalahan telah diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, Retno mengatakan, guru yang menampar murid tersebut perlu dikenai sanksi agar ada efek jera. Menurutnya, ini harus dilakukan karena yang bersangkutan melakukan tindak kekerasan terhadap anak dan menyuruh anak-anak lain di kelas itu untuk melakukan tindak kekerasan juga.
"Hal ini sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak, baik yang memukul maupun yang memukul karena disuruh gurunya. Kekerasan seharusnya tidak boleh dilakukan di pendidikan dengan dalih mendisiplinkan sekalipun," tulisnya.
Sementara, sekolah mengatakan adanya kesepakatan yang berisi bahwa jika ada siswa yang melarang aturan sekolah sebanyak 1 kali, akan ditegur.
Kemudian, jika melanggar sebanyak 2 kali akan diberi surat peringatan. Lantas jika sudah 3 kali maka bisa dilakukan kekerasan dan siswa lain juga akan menghukum siswa yang melanggar aturan tersebut dengan kekerasan pula.
FSGI tidak setuju dengan aturan tersebut karena seharusnya pelanggaran tata tertib sekolah ditangani oleh manajemen sekolah melalui bidang kesiswaan, bukan masing-masing pendidik di sekolah membuat hukum sendiri dan mengeksekusi sendiri.
Menurut FSGI pada pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa kekerasan terhadap anak tidak hanya melakukan, akan tetapi membiarkan, menyuruh melakukan dan ikut serta melakukan termasuk tindak pidana terhadap anak.
FSGI menuturkan, guru dalam kasus penamparan ini memenuhi unsur melakukan, menyuruh melakukan, serta yang disuruh masih tergolong usia anak dan banyak.
Pihak FSGI pun mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk menindak sekolah yang membiarkan kekerasan terjadi dan bahkan membebaskan guru membuat aturan sendiri yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Sekolah dinilai melakukan pelanggaran pasal 54 UU Perlindungan Anak.
Retno menambahkan, "Perbuatan si guru telah mengakibatkan peserta didiknya yang notabene masih berusia anak telah menjadi korban, saksi sekaligus pelaku tindak kekerasan. Apa yang dilakukan si guru akan membangun budaya kekerasan di kalangan peserta didik."
Retno menyatakan, tindakan guru di Garut itu tidak mendukung program Kemendikbudristek yang tengah gencar menghapus kekerasan di pendidikan melalui Pokja Pencegahan dan Penanganan 3 Dosa Besar di Pendidikan.