Sebut Vonis PN Jakpus Salah, Mahfud MD Minta KPU Lawan Habis-habisan!
- Tangkapan layar Youtube Kemenko Polhukam
VIVA Nasional – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, angkat bicara mengenai adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Mahfud mengatakan bahwa PN Jakarta Pusat telah membuat sensasi yang berlebihan.
"PN Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh Pengadilan Negeri (PN). Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi," kata Mahfud, melalui pesan singkatnya kepada Viva, Kamis malam, 2 Maret 2023.
Mahfud mengatakan, bisa saja dari putusan PN Jakpus ini ada yang mempolitisasi. Oleh karena itu, Mahfud meminta KPU banding dan melawan habis-habisan secara hukum.
"Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar. Saya minta KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," kata Mahfud
Mahfud mengungkapkan sejumlah alasan yang dapat mematahkan vonis PN Jakarta Pusat tersebut. Pertama, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum.
"Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu. Tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN. Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," kata Mahfud
Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu, maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menanganinya.
"Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," ujarnya
Alasan kedua, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan dalam oleh Pengadilan Negeri sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh Pengadilan Negeri.
Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.
"Misalnya di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu," kata Mahfud
Alasan ketiga, menurut Mahfud, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. "Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU," ujarnya
Mahfud menambahkan, "Kita harus melawan secara hukum vonis ini, ini soal mudah. Tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," ujarnya