KPK Gemas Pejabat Bohong soal LHKPN Tak Ada Sanksi, Rafael Alun Tak Bisa Dijerat?

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan (kiri) didampingi Plt Direktur LHKPN
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memberikan sanksi tegas selain administratif bagi pelanggar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hal itu mendasari pada LHKPN Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo.

KPK Didesak Periksa Bupati Banggai Amiruddin Tamoreka usai Diduga Korupsi Dana Bansos

"Sanksi sebenarnya kalau kita berharap di tahun 99, itu sanksinya jangan hanya administratif. Jadi sanksi untuk tidak lapor sanksinya apa, untuk melapor tidak benar sangsinya apa, untuk melapor benar tapi asalnya tidak benar itu sanksinya apa," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di KPK, Rabu 1 Maret 2023.

Maka dari itu, Pahala menilai bahwa sanksi untuk para pelanggar itu penting diberikan. Pasalnya, harus ada aturan yang mengatur hukuman kepada pelanggar LHKPN dan tidak bergantung pada kebijakan pimpinan.

KPK Sebut Kerugian Negara Dugaan Kasus Korupsi di PT PP Mencapai Rp80 M

"Orang terang-terangan bilang saya enggak ngelapor saja nggak diapa-apain, yang melapor tidak benar malah enggak ada sanksinya, enggak diatur sama kita melapor tidak benar. Nah sekarang melapor benar tapi asalnya tidak benar ini juga apalagi," kata dia.

Rafael Alun Trisambodo Usai Diperiksa KPK

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Respon Ketua KPK Soal Prabowo Bakal Maafkan Koruptor Jika Kembalikan Uang Korupsi

Kewajiban Lapor LHKPN

Secara umum, kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaan diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme. UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Peraturan KPK Nomor: 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka Penyelenggara Negara berkewajiban untuk: 1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; 2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun; 3)
Mengumumkan harta kekayaannya.
 
Kewajiban melaporkan harta kekayaan bagi para pegawai negeri sipil (PNS) atau ASN juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS yang telah diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa, 31 Agustus 2021. 

Dalam aturan baru tersebut, PNS memiliki kewajiban untuk melaporkan harta kekayaannya sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 huruf e yang berbunyi, 'PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan'.

PNS yang wajib melaporkan harta kekayaannya adalah PNS yang menduduki jabatan fungsional dan PNS lain yang menduduki jabatan yang diwajibkan melaporkan harta kekayaan. Bagi PNS yang tidak mengikuti aturan tersebut dapat dikenai hukuman disiplin. 

Dalam PP tersebut, Pasal 10 Ayat 2 huruf e menerangkan hukuman disiplin akan dikenakan pada pejabat administrator dan pejabat fungsional yang tidak melaporkan harta kekayaannya.  

Adapun sanksi hukuman disiplin ini dijelaskan pada Pasal 8 ayat 1 meliputi, hukuman disiplin ringan; hukuman disiplin sedang; dan hukuman disiplin berat. 

Untuk sanksi hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: teguran lisan; teguran tertulis; atau pernyataan tidak puas secara tertulis.

Kemudian jenis hukuman disiplin sedang, antara lain; Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama enam bulan; Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama Sembilan bulan; Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 % selama dua belas bulan.

Sementara itu, pejabat pimpinan tinggi dan pejabat PNS lainnya yang tidak melaporkan harta kekayaannya akan dijatuhi sanksi disiplin berat, seperti: 

Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; Pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan;  Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

  

Mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan Yudi Purnomo saat sosialisasi pembentukan Kortas Tipidkor Polri.

Mantan Penyidik KPK Sebut Kortas Tipidkor Dibentuk sebagai Komitmen Polri Berantas Korupsi

Novel berharap, dengan adanya Kortas Tipidkor ini bisa menguatkan barisan memberantas korupsi sekaligus mencegahnya.

img_title
VIVA.co.id
22 Desember 2024