Kasus Heli AW 101, KPK Dikritik soal Penghitungan Sendiri Terhadap Kerugian Negara

Seorang petugas sedang membersihkan logo Gedung KPK di Jakarta (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA Nasional - Penasihat hukum terdakwa kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU) tahun anggaran 2016, John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh kembali mengkritik KPK. Pahrozi menyoroti soal penyitaan uang negara oleh KPK.

Gerindra Dukung Maruarar Sirait Gelar Sayembara Rp8 Miliar untuk Tangkap Harun Masiku

Dia menjelaskan, lembaga negara mestinya bisa pertanggungjawabkan uang negara yang dipercayakan untuk suatu kegiatan pengdaan barang dan jasa. Menurut dia, hal itu baik yang disimpan dalam kas kementerian/lembaga maupun pihak ketiga yang dikenal dengan istilah escrow account atau rekening penampungan. 

Pahrozi menyinggung lagi penyitaan uang negara yang ada di TNI AU sebesar Rp153 miliar oleh KPK pada 22 Agustus 2022. Ia menekankan TNI AU sudah bersurat ke KPK untuk mengklarifikasi uang yang disita tersebut merupakan uang negara untuk pembayaran Termin 3 dan Termin 4 pengadaan Helikopter AW-101.

MK Putuskan KPK Berwenang Selidiki Kasus Korupsi yang Libatkan Oknum Militer, Ini Kata Mabes TNI

Menurut dia, semestinya KPK mengembalikan uang tersebut. Lalu, TNI AU berkewajiban mengupayakan pengembalian uang tersebut. Adapun, dana yang disita KPK sebesar Rp139,43 miliar sudah berbunga jadi Rp153 miliar.

"Jadi, Panglima TNI dan/atau TNI AU harus aktif berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan untuk mengupayakan supaya KPK mengembalikan uang tersebut, karena dasar escrow account tersebut adalah Peraturan Panglima TNI No 23 Tahun 2012," kata Pahrozi dalam keterangannya, yang dikutip pada Jumat, 17 Februari 2023.

MK Putuskan KPK Berwenang Usut Korupsi Militer, Nurul Ghufron Bilang Begini

Dia menekankan agar Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara dan Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran serta Panglima TNI segera menyikapi penyitaan uang negara oleh KPK tersebut.

Pahrozi mengatakan demikian karena penyitaan uang negara tersebut melanggar Pasal 50 Undang-Undang (UU) No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menurutnya, jangan ada pembiaraan. 

Kemudian, Pahrozi mengkritik selain menyita uang negara secara tidak sah, KPK juga melakukan penghitungan sendiri terhadap kerugian negara. Bagi dia, hal tersebut ilegal. 

Menurut dia, KPK melanggar undang-undangnya sendiri, yakni UU No 30 Tahun 2002 yang diperbarui dengan UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK. Pelanggaran itu khususnya Pasal 11 ayat (1) huruf a, yaitu KPK melakukan penegakan hukum terhadap swasta tunggal, tanpa adanya pihak penyelenggara negara.

Tersangka korupsi pembelian Helikopter AW 101 Irfan Kurnia Saleh

Photo :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

Penjelasan KPK

KPK sebelumnya sudah menanggapi soal penyitaan uang di rekening bersama antara TNI AU dan perusahaan pemenang tender, yakni PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) senilai Rp139,43 miliar terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101. 

Dalam kasus ini, Direktur PT DJM John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh jadi terdakwa tunggal. 

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyampaikan pihaknya sudah memenuhi mekanisme yang berlaku dalam melakukan upaya penyitaan. Ali menekankana ada argumentasi pembenara dalam hukum terkait penyitaan dana tersebut.

Ali tak masalah dengan pernyataan penasihan hukum Irfan Kurnia Saleh. Dia mengatakan lebih baik dibuktikan atas pembelaan tersebut dalam sidang vonis pekan depan.  
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya