Mantan Hakim Agung Ungkap Kejanggalan Vonis Ringan Bharada E

Vonis Bharada E, Richard Eliezer
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sudah di babak akhir. Para terdakwa sudah dijatuhi hukuman. Hasil vonis telah dibacakan oleh majelis hakim sejak Senin hingga Rabu kemarin 2023.

Ferdy Sambo divonis hukuman mati, Putri Candrawathi hukuman 20 tahun penjara, Ricky Rizal 13 tahun pidana, Kuat Ma’ruf 15 tahun penjara, dan Richard Eliezer atau Bharada E 1,5 tahun.

Tanggapan mantan Hakim Agung

Mantan Hakim Agung, Prof. Gayus Lumbuun, dalam acara ILC di tvOne.

Photo :
  • Youtube Indonesia Lawyers Club, tvOne.

Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun mengaku khawatir vonis yang diberikan kepada Richard Eliezer tersebut dipengaruhi opini publik. Vonis ringan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Richard Eliezer pun menuai pro kontra.

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta Hakim menjatuhkan pidana 12 tahun penjara. Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun menyatakan vonis terhadap Eliezer ini janggal dan kontroversial. 

“Hukum menyangkut putusan ini memang agak janggal. Kita cari tahu persoalan janggalnya di mana. Kenapa ada keragu-raguan, ada putusan yang agak kontroversial begini,” tutur Gayus dilansir dari tvOneNews.   

Eksepsi Ditolak PN Jaksel, Begini Respons Terdakwa Dugaan Sumpah Palsu Ike Farida

Menurutnya, selain tekanan yang diterima oleh hakim, salah satunya pernah adanya surat yang dilayangkan kepada hakim ketua yang meminta Richard Eliezer dihukum ringan.   

“Kemungkinan mudah-mudahan tidak ya. Hakim harus mandiri,” tambah Gayus.   

Jadi Ketua MA, Sunarto Diminta Wujudkan 4 Visi Misi Mahkamah

Soroti peran Richard Eliezer sebagai Justice Collaborator

Ekspresi Bharada Richard Eliezer Usai Vonis

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Jadi Ketua MA, Sunarto Ungkap Program 100 Hari Bertugas

Tak hanya itu, Gayus juga menyoroti peran Richard Eliezer sebagai Justice Collaborator. Menurutnya belum ada lembaga-lembaga khusus untuk menentukan seseorang berhak atau tidak sebagai Justice Collaborator. 

“Status JC itu kan baru model baru yang kita adopsi dari Amerika Serikat dan untuk kasus korupsi umumnya. Kalau seorang terdakwa ini mau membayar seluruh apa yang diterima dari yang korupsinya dan dia membuka pihak yang terkait,” terang Gayus.  

Meski begitu, tambah Gayus, seorang JC juga merupakan terdakwa sehingga tetap ada beban delik yang dipikul terdakwa. Gayus pun mengatakan dirinya berharap kedepannya akan ada lembaga khusus justice collaborator. 

“Saya mengharapkan ke depan nanti kita mempunyai lembaga Justice Collaborator yang khusus independen. Tidak seperti hari ini, penyidik boleh menyatakan merekomendasi JC, nanti jaksa boleh, LPSK juga boleh. Jadi tidak jelas lembaga mana,” ungkapnya. 

“Di samping itu, LPSK itu kan tidak melayani terdakwa, tetapi melayani saksi dan korban,” tutupnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya