Kasus Heli AW-101, Pengacara: KPK Sadar Harus Koordinasi dengan BPK dalam Hitung Kerugian Negara
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA Nasional – Pengacara terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, Pahrozi mengapresiasi pernyataan Juru Bicara KPK Ali Fikri terkait perhitungan kerugian negara, KPK harus berkordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu karena merujuk penanganan perkara dalam Undang-Undang.
Menurut dia, omongan Ali Fikri bahwa setiap penanganan perkara Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), terkait kerugian keuangan negara, KPK sejak awal sudah berkoordinasi dengan BPK dan BPKP.
Bagi Pahrozi, pernyataan Ali Fikri merupakan bentuk kesadaran akan hukum semestinya.
“Sayangnya, kesadaran tersebut tidak terjadi dalam kasus AW-101 yang sedang dilakukan penuntutan oleh KPK terhadap klien kami," kata Pahrozi, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 9 Februari 2023.
Dia mengatakan demikian karena dalam kasus dugaan korupsi helikopter AW-101, KPK malah tak menghiraukan rekomendasi BPK tentang penyelesaian permasalahan AW-101 antara PT Diratama Jaya Mandiri dan TNI AU. "Tapi justru menganggap pengadaan AW-101 ada kerugian negara tanpa koordinasi dengan BPK dan BPKP,” jelas Pahrozi.
Pahrozi menyebut KPK justru membuat hasil perhitungan sendiri. Ia bilang hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 Nomor: LHA-AF05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022, dengan menggunakan metode “total loss”.
“Sehingga kami menduga kuat adanya upaya kriminalisasi terhadap klien kami dalam proses hukum yang saat ini dijalani," tuturnya.
Menurut dia, dalam kasus AW-101, terdakwa Irfan Kurnia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK per tanggal 16 Juni 2017. "Dan, klien kami telah menyandang status tersangka selama 5 tahun," ujarnya.
Pun, dia merasa aneh karena selama 5 tahun kliennya jadi tersangka, KPK dianggapnya tak punya bukti audit perhitungan kerugian negara dari lembaga yang berwenang, yakni BPK maupun BPKP.
"Akhirnya pada bulan Agustus 2022, barulah KPK melalui auditornya menghitung sendiri kerugian negara dengan metode ‘total loss’," ujar Pahrozi.
Maka itu, ia mengatakan, selama 5 tahun kliennya jadi tersangka tak disertai bukti utama yang wajib ada dalam konteks penegakan hukum Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, yaitu perhitungan kerugian negara yang sah.
“Sehingga klien kami sudah selayaknya dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan dipulihkan harkat dan martabatnya demi tegaknya hukum dan keadilan," ujarnya.