Mangkir Panggilan DPRD, Pengelola Hotel di Bukittinggi Diduga Punya Bekingan

Ilustrasi hotel
Sumber :
  • U-Report

VIVA Nasional – Komisi III DPRD Sumatra Barat (Sumbar) dianggap bisa memanggil paksa pihak pengelola Hotel Novotel Bukittinggi. Apalagi, laporan pertanggungjawaban pihak pengelola dalam kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbar tidak jelas, khususnya masalah pembagian keuntungan per tahun yang janggal. 

Jadi Gubernur Jakarta, Pramono Anung Tegas Akan Jual Saham Anker Bir

"Harusnya pihak pengelola menghormati dong, harus menghormati DPRD-nya, jadi kalau dia misalkan membangkang bisa dia dilaporkan ke aparat penegak hukum. Jadi dia harus dipanggil sampai tiga kali," kata Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah kepada wartawan, Selasa, 31 Januari 2023.

Ribuan Orang di Sumbar Daftar Jadi Calon Petugas Haji 2025

Menurut Trubus, DPRD sejatinya bisa melaporkan Direktur PT Graha Citrawisata, Dedi Sjahrir Panigoro, sebagai penanggung jawab pengelolaan Novotel Bukittinggi tersebut ke pihak berwajib jika benar-benar tidak mengindahkan panggilan. Termasuk, Kepala Daerah sebagai pihak yang ikut meneken dan memperpanjang perjanjian kerja sama tersebut.

"Kalau dia tiga kali tetap tidak hadir itu sama dengan melecehkan namanya, maka DPRD bisa melaporkan termasuk di dalamnya adalah Kepala Daerahnya, karena dia yang punya kewenangan," ujarnya

Rekomendasi Tempat Menginap untuk Staycation di Bali, Estetik dan Strategis!

Apalagi, Kepala Daerah itu memperpanjang kontraknya 10 tahun pada 2012 tanpa adanya evaluasi. Kontrak kerja yang seharusnya berakhir tahun 2022 bahkan kembali diperpanjang dua tahun hingga 2024 dengan alasan yang terindikasi melanggar hukum. Pemerintah juga dirugikan atas pengelolaan Hotel Novotel tersebut.

Trubus menduga ada penyebab pihak pengelola tidak mau datang memenuhi panggilan Legislatif Sumbar itu. Salah satunya, diduga ada pihak yang membekingi pengelola Hotel Novotel Bukittinggi, sehingga merasa tidak perlu menjelaskan ihwal polemik laporan keuangan ke DPRD Sumbar.

"Kedua, menurut saya memang ini sebenarnya sumber mereka enggak mau datang ini dalam tanda petik biasanya ada yang membekingi jadi merasa," ujarnya.

Trunus bahkan menyebut tak menutup kemungkinan pihak yang membekingi pengelola Hotel Novotel Bukittinggi itu adalah Kepala Daerah atau orang-orang dekat penyelenggara negara. Trubus menegaskan sikap pengelola Hotel Novotel Bukittinggi itu terkesan melecehkan Parlemen, termasuk obstruction of justice.

Di sisi lain, Trubus mendukung langkah DPRD Sumbar yang menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menelusuri laporan keuangan pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi tersebut. Terlebih, sudah 30 tahun pihak pengelola tidak memberikan laporan yang konkret dari pendapatan hotel.

"Iya itu sebagai salah satu pelaksanaan investigasi ya harus memanggil, karena kan untuk melihat unsur kerugiannya, nanti BPK biasanya ngasih rekomendasi sesuai tupoksi, bahwa pelaksanaannya dari tahun sampai tahun sekian ada masalah, biasanya disebutkan nanti," kata Trubus.

Meski demikian, dia mengingatkan agar langkah DPRD menggandeng BPK ini bukan hanya semata lips service untuk menutupi adanya dugaan tindak pidana dari pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi.

"Oh iya, tapi harus diingat menurut saya jangan sampai memanggilnya hanyalah lips service untuk menutupi kasus yang ada di situ, saya khawatir justru di Komisi III ada orang-orang karena satu partai atau jaringan tertentu sehingga mereka melakukan upaya-upaya untuk menutup-nutupi," ujarnya

Sebelumnya, Komisi III DPRD Sumbar mengatakan bakal menggandeng BPK RI untuk melakukan audit investigasi pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi yang merupakan kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemerintah Daerah Sumatra Barat.

Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung mengatakan Direktur PT Graha Citrawisata Dedi Sjahrir Panigoro sudah dua kali dipanggil oleh pihaknya namun tidak pernah kooperatif untuk memenuhi undangan.

Menurut dia, DPRD Sumbar memiliki tugas untuk mengawasi penggunaan aset milik Pemerintah Daerah Sumatra Barat. Dia menilai ada hal yang tidak masuk akal dalam kerja sama antara perusahaan yang dipimpin Dedi Panigoro dengan Pemerintah Daerah Sumatera Barat.

“Ini masalah besar karena aset yang dikelola itu besar, puluhan bahkan ratusan miliar. Sementara selama ini kan kontribusi kepada Pemerintah Daerah menurut kita enggak masuk akal. Masa iya Rp200 juta setahun. Sementara neraca kasih ke kita omsetnya Rp30 miliar tahun 2020. Jadi itu yang kita ingin dalami, apa masalahnya omset Rp30 miliar kok keuntungan hanya dapat segitu,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya