BPA Ancam Generasi Muda, Aturan Ketat Ditegaskan Mendesak
- iStockphoto.
VIVA Nasional – Generasi muda, khususnya anak dan balita ditegaskan jadi salah satu korban terbesar dari dampak buruk senyawa berbahaya Bisphenol A (BPA). Hal tersebut menjadi sorotan berbagai pihak termasuk Komnas Pelindungan Anak (PA).
Senyawa BPA diketahui merupakan campuran bahan kimia pada plastik polikarbonat untuk air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang yang sangat popular di Indonesia. Termasuk botol minum bayi dan wadah plastik makanan lainnya.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait dalam keterangannya mengatakan, pihaknya sangat menyoroti terhadap perlindungan anak-anak dari bahaya penggunaan bahan kimia BPA bagi kesehatan anak-anak.
“Saat ini, masih banyak masyarakat yang belum paham terkait dengan produk-poduk plastik dan dampaknya bagi kesehatan,” katanya, dikutip Sabtu 28 Januari 2023.
Komnas PA meminta agar Pemerintah selaku regulator segera membuat aturan yang tegas untuk pelabelan produk ‘Bebas BPA’. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan juga didesak agar segera membuat aturan yang jelas terkait informasi BPA.
“Urgensi pelarangan BPA di Indonesia sudah sangat mendesak. Regulator diperlukan kehadirannya dalam mengontrol produksi plastik berbahan kimia berbahaya,” kata Arist.
Peringatan para pakar kesehatan tentang bahaya plastik polikarbonat yang mengandung BPA terhadap anak dan balita sudah sering dilakukan, tetapi bisnis air kemasan galon guna ulang terus meningkat tiap tahun karena minimnya informasi tentang bahaya BPA.
Hingga saat ini, pemerintah juga belum kunjung menyepakati regulasi yang dikeluarkan BPOM untuk memberi label peringatan tentang bahaya BPA pada AMDK galon guna ulang.
Menurut para praktisi kesehatan yang didukung sejumlah riset terkemuka dunia, paparan BPA dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan gangguan perkembangan pada anak seperti autis, bipolar, sering tantrum, dan gangguan pada saraf bahkan dari sebelum lahir.
“Jadi kita sebisa mungkin ‘BPA free’, karena kita menginginkan anak-anak menjadi generasi yang bagus di kemudian hari, bukan yang ada keterbatasan perkembangan. Jadi kita harus lindungi anak-anak sejak dari awal,” kata Catherine Tjahjadi, anggota Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI).
Menurut Catherine, penyakit lain yang mengintai dari paparan bahan kimia BPA tidak bisa dilihat dalam waktu dekat, tapi dalam waktu jangka panjang, pada saat anak telah tumbuh menjadi dewasa.
“Kalau paparannya sudah banyak maka larinya ke kanker, bukan berarti kankernya akan muncul dalam waktu satu atau dua tahun, tapi mungkin dalam periode lima tahun, 12 tahun dan bahkan sampai 20 tahun mendatang,” katanya.
Ia mengatakan, kandungan BPA tidak hanya bisa ditemukan pada kemasan makanan atau minuman, tetapi juga terdapat pada kertas struk belanja. Tinta pada kertas thermal yang dipakai untuk struk belanja memang mengandung senyawa BPA dan bisa menempel di tangan.
“Jadi sebisa mungkin jangan kita pegang, termasuk struk ATM,” kata Catherine.
"Mainan anak juga harus dipastikan ada label bebas BPA agar aman apabila masuk ke mulut anak, katanya. (Ant)