Kejaksaan Klaim Tak Asal-asalan Bikin Tuntutan Ferdy Sambo Cs dan Punya Alat Bukti Cukup
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Nasional – Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana menegaskan jaksa penuntut umum (JPU) tidak asal-asalan dalam membuat surat tuntutan terhadap para terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana ada aturannya, itu yang saya pakai. Saya mengendalikan itu, ada aturannya, bukan kita asal-asalan. Proses penuntutan dilakukan secara arif dan bijaksana,” kata Fadil di Jakarta pada Kamis, 19 Januari 2023.
Menurut dia, jaksa ini menegakkan hukum sesuai kewenangannya yang diatur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu melakukan pembuktian dan proses penuntutan.
“Proses pembuktian itu sesuai KUHAP bahwa jaksa membuktikan sesuai Pasal 183 KUHAP, jaksa telah memperoleh alat bukti yang cukup untuk menuntut seseorang di sidang. Itu diatur KUHAP,” jelas dia.
Tentu, kata Fadil, jaksa juga mendengar, melihat dan mempertimbangkan semua hal terkait proses penuntutan dalam perkara pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo, Richard Elizier alias Bharada E, Kuat Maruf, Ricky Rizal dan Putri Candrawathi.
“Kami sungguh-sungguh membuktikan. Kan terlihat jaksa dalam tahap pratuntutan sehingga kami menyimpulkan memenuhi syarat untuk dilimpahkan. Setelah limpahkan, jaksa berusaha membuktikan. Tapi ketika berapa tuntutan yang pantas diberikan terdakwa, ada parameternya, jelas betul. Kita melihat peran seseorang itu apa, enggak bisa menuntut orang tanpa memperhatikan peran, dan alat bukti yang muncul di sidang,” ungkapnya.
Mempertimbangkan berbagai persyaratan’
Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan penentuan tinggi rendahnya tuntutan yang diajukan terhadap para terdakwa mempertimbangkan berbagai persyaratan. Menurut dia, penilaian tuntutan bukan saja dilihat dari mens rea para terdakwa, tetapi persamaan niat dan perbedaan peran masing-masing terdakwa yang terungkap di persidangan tentunya.
“Tentu menjadi pertimbangan matang dalam menuntut para terdakwa sebagaimana dibuktikan oleh teman-teman penuntut umum, yaitu Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ucapnya.
Sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, kata dia, bahwa terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual telah dituntut hukuman seumur hidup. Karena, Sambo telah memerintahkan terdakwa Richard Elizier untuk mengeksekusi, menghilangkan nyawa Brigadir Yosua guna menyempurnakan pembunuhan berencana.
“Sehingga, terdakwa Eliezer dituntut 12 tahun penjara,” jelas Ketut.
Sementara, Ketut mengatakan terdakwa Putri, Kuat Maruf dan Ricky Rizal tidak secara langsung menyebabkan terjadinya menghilangkan nyawa Brigadir Yosua. Meskipun, lanjut dia, perbuatan Putri, Kuat Maruf dan Ricky Rizal mengetahui sejak awal rencana pembunuhan tersebut.
“Akan tetapi, tidak berusaha mencegah atau menghalangi tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Kami sangat menghargai berbagai komentar dan rasa empati terhadap korban, keluarga korban, dan para terdakwa yang selama ini berkembang di masyarakat baik yang pro maupun kontra terhadap tuntutan dari penuntut umum yang telah dibacakan,” pungkasnya.
Diketahui, jaksa penuntut umum telah menuntut terdakwa Ferdy Sambo dengan ancaman hukuman seumur hidup dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J. Sedangkan, terdakwa Putri, terdakwa Kuat Maruf dan terdakwa Ricky Rizal dituntut selama 8 tahun penjara.
Selain itu, jaksa penuntut umum juga menuntut hukuman penjara selama 12 tahun terhadap terdakwa Richard Elizier alias Bharada E. Sehingga, tuntutan terhadap Bharada E ini menimbulkan pro dan kontra karena dianggap lebih tinggi dari tiga terdakwa lainnya yaitu Putri, Kuat dan Ricky Rizal.