Tuntutan Tanpa Ampun Buat Ferdy Sambo
- Youtube
VIVA Nasional – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan tanpa ampun kepada terdakwa Ferdy Sambo atas perkara pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 17 Januari 2023. Dalam surat yang dibacakan jaksa, Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup.
Salah satu jaksa mengungkapkan sejumlah fakta hukum yang diperoleh dalam persidangan yakni saksi Ricky Rizal, Richard Eliezier alias Bharada E, Kuat Maruf dan terdakwa Ferdy Sambo. Menurut jaksa, keterangan saksi tersebut dan Ferdy Sambo dengan jelas dan tegas menyampaikan bahwa terdakwa menerima telepon dari Putri Candrawathi.
“Dari keterangan para saksi dan terdakwa Ferdy Sambo didepan persidangan yang merupakan fakta hukum, diperoleh bahwa Ferdy Sambo pada Jumat dini hari menerima telepon dari Putri Candrawathi yang menyampaikan perbuatan korban Yosua sehingga Ferdy Sambo ada kehendak untuk berbuat sesuatu,” kata Jaksa Penuntut Umum.
Tanggal 8 Juli 2022 di rumah Saguling, jaksa menyebut Ferdy Sambo menunggu kedatangan Putri Candrawathi dari Magelang, Jawa Tengah. Saat Putri tiba dari Magelang, kemudian menceritakan peristiwa di Magelang kepada Ferdy Sambo.
“Mendengar cerita tersebut, terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan kepada Putri akan mengklarifikasi pada malam hari,” ujarnya.
Kemudian, kata jaksa, Ferdy Sambo menggunakan handy talky (HT) untuk memanggil Ricky Rizal. Saat bertemu, Ferdy Sambo secara sadar menyampaikan maksudnya, niatnya kepada saksi Ricky untuk backup jika Yosua melawan.
“Lalu mengatakan, kamu berani enggak tembak Yosua? Kemudian Ricky Rizal menjawab, tidak berani Pak karena saya tidak kuat mental. Penyampaian tersebut merupakan maksud, Ferdy Sambo memang bertujuan untuk menimbulkan perbuatan yag dilarang, dalam hal ini menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” ungkapnya.
Mendengar jawaban Ricky Rizal, jaksa mengatakan Ferdy Sambo merasa tidak puas jika kehendaknya untuk menghilangkan nyawa Yosua tidak terlaksana. Untuk mencapai tujuannya, terdakwa Ferdy Sambo meminta Richard Elizier. Saat itu, saksi Ricky sudah mengetahui maksud terdakwa Ferdy Sambo tanpa berpikir panjang langsung menemui Richard.
“Bahwa maksud dan tujuan yang disampaikan terdakwa Ferdy Sambo, baik kepada saksi Ricky Rizal maupun Richard Elizier merupakan bentuk kesengajaan yang bertujuan menghilangkan nyawa orang lain, dalam hal ini Yosua,” ucapnya.
Padahal, kata jaksa, Ferdy Sambo sebagai orang berpendidikan dan berpangkat tinggi dengan kedudukan jabatan, yang mumpuni menyadari mengetahui kemungkinan akan timbul akibat yang dilarang Undang-undang dan telah menyadari akan menimbulkan suatu akibat lain jika penyampaian kepada Ricky dan Richard akan menghilangkan nyawa korban Yosua.
Untuk melaksanakan maksud tujuan daripada terdakwa, kata jaksa, Ferdy Sambo memberikan satu kotak peluru kepada saksi Richard dengan tujuan menambah magazen dengan peluru untuk digunakan menembak atau menghilangkan nyawa Yosua.
“Lalu, Richard menerima satu kotak peluru tersebut dan menambahkan peluru ke dalam magazen dipasangkan di senjata glock milik Richard. Terdakwa Ferdy Sambo meyakinkan saksi Richard dengan mengatakan, bahwa akan menjaga saksi Richard. Karena kalau terdakwa Ferdy Sambo yang membunuh menembak, tidak ada yang bisa menjaga kita semua,” jelas dia.
Selanjutnya, jaksa mengatakan Ferdy Sambo menentukan lokasi pelaksanaannya dengan mengatakan lokasinya di Duren Tiga 46. Lalu, Ferdy Sambo menjelaskan berulang-ulang tentang skenario yang telah dibuat oleh terdakwa.
“Kemudian terdakwa mengatakan, nanti semua dalam hal ini Richard, Ricky Rizal, Kuat Maruf, korban Yosua, Putri dan terdakwa Ferdy Sambo ke Duren Tiga. Kalau ada yang tanya, bilang aja mau isolasi,” katanya.
“Kemudian, terdakwa Ferdy Sambo meyakinkan lagi dengan mengatakan, Saksi Richard aman karena membela Putri Candrawathi dan membela diri,” kata jaksa penuntut umum saat bacakan tuntutan.
Namun, kata jaksa, ada lebih sempurna pelaksanaan kehendak Ferdy Sambo untuk merampas nyawa korban Brigadir Yosua. Dimana, Ferdy Sambo menanyakan senjata api keberadaan senjata api milik Yosua kepada saksi Richard.
“Yang dijawab senjata korban di mobil Lexus LM diketahui karena disimpen saksi Ricky Rizal di mobil Lexus LM. Kemudian, Ferdy Sambo menyuruh Richard untuk mengambil senjata api Yosua agar korban lebih mudah dieksekusi,” ucapnya.
Ternyata, jaksa mengatakan pelaksanaan kehendak pembunuhan terhadap Yosua, maksud dan tujuan telah disusun oleh Ferdy Sambo dengan rapi sebagaimana terungkap dalam persidangan yang merupakan fakta hukum. Hal itu berdasarkan keterangan oleh Ricky Rizal, Richard Elizier, Kuat Maruf dan Putri Candrawathi.
“Menerangkan bersama-sama ke rumah Duren Tiga 46 menggunakan mobil Lexus LM. Sesampainya di rumah Duren Tiga, saksi Kuat Maruf dan Putri masuk kedalam rumah Duren Tiga melalui pintu garasi lewat pintu dapur. Saksi Ricky Rizal bersama korban Yosua tetap tinggal di taman samping rumah,” katanya.
Tak lama kemudian, Ferdy Sambo datang lalu masuk melalui garasi lewat pintu dapur. Ferdy Sambo bertemu Kuat Maruf, lalu meminta memanggil Ricky dan Yosua. Tanpa berpikir lagi, Kuat Maruf langsung mendatangi memanggil Ricky dan Yosua yang berada di taman jika dipanggil Ferdy Sambo.
“Saat Kuat Maruf memanggil Ricky dan Yosua, Richard berada di lantai 2 turun ke lantai 1 dan bertemu Ferdy Sambo. Saat itu, Ferdy Sambo meminta Richard mengatakan kokang senjatamu,” ujarnya.
Ketika korban Yosua dan Ricky masuk, terdakwa Ferdy Sambo memanggil Yosua dan korban mendekat. Setelah itu, Ferdy Sambo langsung memegang leher Yosua, menyuruh berlutut hingga korban Yosua terhempas berada didepan Ferdy Sambo sambil membungkukkan badan. “Sambil mengatakan, ada apa ini?,” katanya.
Berdasarkan keterangan Richard, terdakwa Ferdy Sambo seketika itu juga menghampiri tubuh korban Yosua yang sudah telungkup dengan menggunakan sarung tangan hitam, menggenggam senjata api, menembakkan ke arah tubuh korban hingga korban meninggal dunia.
Setelah itu, terdakwa jongkok didepan tangga sambil menembak berkali-kali kearah tembok diatas tangga lalu membalikkan badan sambil berjongkok menembak kearah plafon diatas televisi guna menciptakan seolah-olah telah terjadi tembak-menembak.
“Kemudian, senjata api yang digunakan dilap oleh terdakwa Ferdy Sambo guna menghilangkan sidik jari sambo lalu diletakkan di tangan kiri korban Yosua seolah-olah terjadi tembak-menembak yang mengakibatkan korban tertembak dan meninggal dunia,” ucapnya lagi.
Disamping itu, jaksa menyebut keterangan saksi Richard Elizier, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan terdakwa Ferdy Sambo didukung dan bersesuaian dengan keterangan Adzan Romer selaku ajuda Sambo, Prayogi Iktara Wikaton selaku sopir Sambo dan petugas ambulance, Ahmad Syahrul Ramadhan.
Tak Ada yang Meringankan
Dalam pertimbangannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan perintangan penyidikan atas kematian korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Menuntut agar supaya majelis hakim yang mengadili terdakwa Ferdy Sambo bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo penjara seumur hidup," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan tuntutan Ferdy Sambo di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 17 Januari 2023.
Menurut JPU, perbuatan Ferdy Sambo telah menyebabkan hilangnya nyawa Brigadir J dan menyebabkan duka mendalam bagi keluarga. Terdakwa juga berbelit-belit di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya. Perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
"Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri. Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat dan dunia internasional," kata Jaksa saat membacakan uraian tuntutan di PN Jakarta Selatan, Selasa, 17 Januari 2023.
Perbuatan terdakwa Ferdy Sambo, lanjut Jaksa, juga menyebabkan sejumlah anggota Polri terlibat dalam kasus pembunuhan dan perintangan penyidikan kematian Brigadir J. "Hal-hal yang meringankan tidak ada," tegas Jaksa
Diketahui, Mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup terkait kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ferdy Sambo dinilai Jaksa bersalah sebagaimana dakwaan premier Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian, Pasal 49 juncto Pasal 33 juncto Pasal 55 KUHP.