KSPSI: DPR Harus Pertimbangkan Matang Sebelum Tolak Atau Terima Perppu Ciptaker

Yorrys Raweyai
Sumber :
  • Humas BPJAMSOSTEK

VIVA Nasional – Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau KSPSI, Yorrys Raweyai memberikan tanggapan terkait Polemik yang muncul di khalayak publik terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja. Menurut Yorrys, DPP KSPSI telah melakukan Rapat Harian pada tanggal 5 Januari 2023 dan menghasilkan sejumlah pandangan mengenai Perppu Cipta Kerja.

Cekcok soal Lahan, Pria di Depok Tembak Kaki Pekerja Proyek pakai Airsoft Gun

Pertama, kata Yorrys, KSPSI menyayangkan lambatnya respons DPR dan Pemerintah dalam menindaklanjuti Putusan MK untuk melakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja. Hal itu menjadi salah satu sebab turut terciptanya berbagai kekhawatiran yang menjadi pertimbangan kebutuhan mendesak untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja

"Kedua, mendesak DPR untuk melakukan pertimbangan yang matang, rasional dan komprehensif terkait muatan Perppu Cipta Kerja sebelum memberikan keputusan memberikan persetujuan (menerima) atau tidak memberikan persetujuan (menolak) Perppu Cipta Kerja," kata Yorrys dalam keterangannya, Rabu 11 Januari 2023.

Uskup Agung Jakarta soal PPN 12%: Kalau Pemerintah Sudah Memutuskan, Ikut di Dalam Arus Itu

Demo buruh menolak UU Cipta Kerja, di depan gedung DPR.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus

Ketiga, KSPSI mendesak Presiden untuk mengakomodasi polemik yang terjadi di kalangan masyarakat, khususnya dari kalangan pekerja dan organisasi-organisasi serikat pekerja, terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja, dengan tujuan agar tidak terjadi bias informasi tentang muatan-muatan Perppu Cipta Kerja, sebagaimana yang nampak terjadi dalam polemik UU Cipta Kerja pada tahun 2020 sebelumnya.

Demokrat Sebut Penolakan PDIP Terhadap PPN 12% Hanya Politis

Keempat, mengaktifkan intensitas dialogis dalam lingkaran tripartit (Pemerintah-Pengusaha-Pekerja) dalam penyusunan peraturan dan perundang-undangan yang berdampak langsung pada kondisi ketenagakerjaan agar tidak menuai polemik-polemik baru yang justru memperkeruh situasi sosial, ekonomi dan politik. Karena itu akan mempengaruhi kondisivitas iklim perekonomian nasional, khususnya bagi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja.

"Kelima, mendesak Pemerintah untuk secara aktif memperhatikan dan menindaklanjuti persoalan-persoalan ketenagakerjaan, khususnya aspek pembinaan dan pengawasan tenagakerjaan di tingkat praktis dan lapangan yang hingga saat ini masih diliputi berbagai kekurangan yang berimbas secara langsung pada kualitas dan kapasitas pekerja, baik secara personal maupun kelembagaan," ujarnya

Sebagaimana diketahui bersama, pada penghujung 2022, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam pernyataan resminya, diterbitkannya Perppu tersebut antara lain didasari atas pertimbangan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik terkait ekonomi maupun geopolitik.

Meski demikian, penerbitan Perppu tersebut mengundang polemik dari berbagai kalangan, khususnya kalangan pekerja, baik secara personal maupun kelembagaan. 

Ilustrasi omnibus law cipta kerja

Photo :
  • Istimewa

Hal itu tidak terlepas dari polemik sebelumnya yang mengiringi prosedur pembentukan UU No. 11 Tahun 2021 tentang UU Cipta Kerja dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2022 tanggal 25 November 2021, yang menyebut UU tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

Putusan tersebut juga menyatakan bahwa UU Cipta Kerja sebagai inkonstitusional bersyarat dan memerintahkan DPR dan Presiden untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya