Pakar Hukum Sebut Aksi Koboi di Kalteng Masuk Ranah Pidana

Ilustrasi penembakan
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVA Nasional – Pakar hukum pidana, Prof Mudzakir menekankan, walaupun seseorang memiliki izin senjata api, tetapi saat penggunaannya tidak sesuai prosedur atau tidak dalam kondisi terancam keselamatannya, hal itu dapat dikategorikan masuk ranah pelanggaran hukum sebagai tindak pidana.

Cekcok soal Lahan, Pria di Depok Tembak Kaki Pekerja Proyek pakai Airsoft Gun

Pernyataan tersebut dilontarkan Guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) ini terkait aksi koboi atau melepaskan tembakan yang dilakukan Cornelis Nalau Anton, mantan napi kasus korupsi, penyuap Akil Mochtar pada akhir November 2022 lalu. 

"Jika kepemilikan senjata tersebut sah atau ada izin, aturan menggunakan senjata hanya dipakai saat keadaan bahaya yang mengancam dirinya. Tapi jika situasi tidak membahayakan dirinya atau orang lain,  kemudian menggunakan senjata api, maka penggunaan senjata api tersebut bersifat illegal atau tidak sesuai maksud dan tujuan pemberian izin," kata Mudzakir.

Terkuak, Peran Brigadir AK yang Bunuh Warga di Kalimantan Tengah

"Penggunaan senjata api akan masuk ranah melanggar hukum apabila disalahgunakan untuk menakut-nakuti orang lain yang tidak bersalah, dan hal Itu bisa masuk ranah hukum pidana," sambung pria yang kerap dimintai pandangannya sebagai ahli pidana dalam berbagai kasus ini. 

Quick Count Poltracking Paling Presisi Prediksi Pemenang Pilgub Kalteng: Selisih 0,03 Persen

Dalam kesempatan yang sama Mudzakir menekankan pemberi izin, dalam hal ini polisi dapat mencabut izin kepemilikan senjata api tersebut karena dapat membahayakan masyarakat dan mengusut kasus dugaan tindak pidananya. 

Seperti diberitakan media massa, PT BMB melalui kuasa hukumnya, Baron Ruhat Binti mengungkapkan meski Cornelis masih memiliki saham 3 persen, namun dirinya telah dicopot dari jabatan strategis salah satu direktur di perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit ini melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Baron menduga aksi koboi Cornelis, adalah bagian dari intimidasi untuk menakut-nakuti manajemen baru yang ingin membawa PT BMB yang berstatus perusahaan penanaman modal asing (PMA) menjadi lebih baik lagi.

Tak hanya itu, PT BMB disebut Baron juga telah melaporkan kasus lain seperti penjarahan sawit dan pemalakan kepada aparat kepolisian, namun pelaporan mereka tidak ditindaklanjuti aparat Polres Gumas sebagaimana aturan hukum yang berlaku. 

Sampai sekarang dampak ketakutan karyawan PT BMB akibat aksi teror ala koboi menembakan senjata oleh Cornelis tersebut, kata Baron masih dirasakan para karyawan. Hal tersebut ditambah adanya preman-preman di lokasi mes miliki PT BMB yang mereka tempati secara ilegal.

"Ada aksi pemalakan/pungli oleh preman-preman, serta penjarahan buah sawit yang sudah dilaporkan ke Polres Gumas, tidak ditindak lanjuti sebagaimana aturan hukum yang berlaku oleh Polisi,” ucap Baron.

"Selain itu, Ada juga penguasaan mess oleh preman atau orang yang bukan manajemen PT BMB dengan membawa Mandau atau senjata tajam lainnya. Efek teror dari penembakan senjata oleh Cornelis, berdampak luar biasa terhadap manajemen yang baru, sehingga melaporkan ke Polres Gunung Mas, namun hasilnya Polisi menyatakan hal itu bukan tindak pidana,” kata Baron

Lebih lanjut Baron menilai adanya keberpihakan aparat kepolisian di Kalimantan Tengah dengan dalih SOP dengan narasi hukum yang dibangun, yaitu latihan menembak ke kolam sehingga tidak ada pidananya. 

"Padahal saat Cornelis mengeluarkan tembakan, bersamaan dengan itu masuk segerombolan orang yang tidak dikenal dan menguasai mes PT BMB tetapi dibiarkan oleh Polisi. Sementara korban teror dari PT BMB, yang sudah melapor, namun tidak dipanggil sebagai saksi untuk didalami keterangannya, namun Polisi tiba-tiba mengambil keputusan, kasus tersebut bukan tindak pidana," kata Baron yang kemarin telah meminta perlindungan hukum ke Bareskrim Polri dan sudah melaporkan ketidakprofesionalan penyidik ke Divisi Propam Polri.

Kasat Reskrim Polres Gunung Mas AKP John Digul Manra ketika dihubungi wartawan usai kedatangan Baron ke Bareskrim menyampaikan kasus ini tidak masuk ranah pidana karena hanya masuk sebagai kesalahan administratif. Dirinya meyakinkan penyidik telah bersifat profesional sesuai SOP dan siap bila dilaporkan ke Divisi Propam Polri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya