Polisi Pastikan Sudah Lengkapi Berkas Kasus Ismail Bolong yang Diserahkan ke Kejaksaan Agung
- istimewa
VIVA Nasional – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri akan kembali menyerahkan berkas perkara penambangan ilegal di Kalimantan Timur yang menjerat Ismail Bolong ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan berkas perkara Ismail Bolong telah dilengkapi sesuai dengan arahan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) beberapa waktu lalu. Penyerahan berkas itu rencananya akan dilakukan Selasa, 10 Januari 2023.
"Pada tanggal 27 Desember 2022 penyidik menerima P19 dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan besok rencananya pada hari Selasa, 10 Januari 2023 penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri akan mengirimkan kembali berkas perkara tersangka IB yang sudah dilengkapi sesuai petunjuk JPU Kejagung," ucap Ramadhan dalam keterangannya, Senin, 9 Januari 2023.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri sedang melengkapi berkas Ismail Bolong dan kawan-kawan, tersangka kasus tindak pidana melakukan penambangan tanpa izin dan/atau pemanfaatan.
“Untuk berkasnya kemarin dikembalikan, ini masih kita dari tim penyidik masih memenuhi apa yang menjadi petunjuk dari JPU,” kata Dedi di Jakarta pada Kamis, 22 Desember 2022.
Menurut dia, penyidik Bareskrim akan mengembalikan lagi berkas tahap 1 kepada Kejaksaan Agung apabila petunjuk dari jaksa peneliti sudah dilengkapi. Sementara, kata dia, batas waktu yang dimiliki penyidik selama 14 hari untuk melengkapinya.
"Nanti apabila sudah terpenuhi dalam waktu 14 hari, nantinya berkas perkara akan segera dilimpahkan lagi ke JPU untuk diteliti lagi," ujarnya.
Ismail Bolong diketahui berperan dalam mengatur kegiatan pertambangan ilegal di lingkungan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) milik PT Santan Batubara (SB).
Kegiatan itu dilakukan Ismail Bolong bersama dengan dua tersangka lain yakni Rinti selaku pemegang kuasa Direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP) dan Budi sebagai penambang batu baru tanpa izin alias ilegal.
Atas perbuatannya, Ismail Bolong dan dua orang lainnya dijerat dengan Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.