Gugat KPK ke Praperadilan, Hakim Agung Gazalba Saleh Klaim Tak Pernah Terima Suap

Hakim Agung Gazalba Saleh Ditangkap KPK
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional – Hakim Agung Gazalba Saleh mengklaim tidak pernah menerima uang sepeserpun dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dikatakan Gazalba kepada asistennya, Zainal dan Rudy. 

Komjen Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK, Yudi Purnomo: Ada Tugas Berat Memulihkan Kepercayaan Publik

Diketahui, Zainal dan Rudy dihadirkan sebagai saksi dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 4 Januari 2023.

Mulanya, tim penasihat hukum Gazalba Saleh, Dimas Noor Ibrahim bertanya ke kedua saksi apa yang terjadi setelah adanya penetapan tersangka terhadap kliennya. Kemudian, saksi Zainal mengatakan, Gazalba Saleh mengumpulkan seluruh asisten dan staf usai ada penetapan tersangka.

DPR Telah Pilih Lima Dewas KPK Periode 2024-2029, Tumpak Hatorangan: Mudah-mudahan Lebih Baik

"Apa yang dilakukan Pak Gazalba setelah kasus ini muncul? Apakah beliau pernah mengatakan tiba-tiba saya dijadikan tersangka?" tanya Dimas kepada saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saksi Zainal menceritakan, saat dirinya dikumpulkan, disitulah Gazalba Saleh mengatakan dirinya tidak pernah menerima uang sepeserpun atas kasus dugaan suap yang menjeratnya.

Jadi Ketua KPK, Komjen Setyo Budiyanto Bakal Segera Lakukan Ini

"Setelah beliau ini ditetapkan sebagai tersangka seinget saya beliau pernah mengumpulkan asisten dan staf semua di ruangan. Pada waktu itu intinya beliau menyatakan bahwa saya tidak ada menerima sepeser pun terkait dengan perkara pidana tersebut," kata Zainal.

Suasana sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Photo :
  • VIVA/Irwandi

Mendengar hal tersebut, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho bertanya lagi ke Zainal dan memastikan jawabannya terkait pengakuan Gazalba yang tidak menerima uang sepeserpun. 

"Pada waktu itu Pak Gazalba menanyakan kepada Pak Prasetyo waktu itu masih ada Pak Prasetyo menegaskan kemudian apakah benar saya memang tidak ada menerima uang sepeser pun dan pak Prasetyo menyampaikan benar begitu," ungkap Zainal. 

Tak hanya Gazalba yang mengaku tidak menerima uang sepeser pun dari perkara itu, Prasetyo juga mengaku tidak pernah menerima uang yang berkaitan dengan kasus dugaan suap itu.

"Waktu itu juga Pak Pras menyampaikan tidak menerima uang berkaitan dengan perkara tersebut," ujar Zainal. 

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Hakim Agung Gazalba Saleh yang merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA) pada Kamis 8 Desember 2022. Gazalba Saleh diduga dijanjikan menerima uang SGD 202 ribu atau setara Rp2,2 miliar.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan kasus ini berawal ketika adanya perselisihan di internal Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana pada awal 2022.

“Permasalahan itu berakhir dengan laporan pidana dan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang,” kata Johanis saat konferensi pers, Kamis 8 Desember 2022.

Kemudian, Johanis menyebutkan Debitur KSP intidana Heryanto Tanaka (HT) meminta pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) untuk mengurus dua perkara tersebut. 

“Dalam kasus ini, Heryanto melaporkan Pengurus KSP Intidana Budiman Gandi Suparman atas tudingan pemalsuan akta, dan putusan di tingkat pertama pada PN Semarang dengan Terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas,” ucap dia.

Putusan bebas itu pun membuat jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Heryanto juga meminta Yosep dan Eko mengawal kasasi tersebut. Selanjutnya, Yosep dan Eko meminta bantuan pegawai negeri sipil (PNS) di MA Desy Yustria (DY) untuk mengkondisikan putusan kasasi.

“Karena YP dan ES telah mengenal baik, dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan, maka digunakanlah jalur DY dengan adanya kesepakatan uang sekitar SGD 202 ribu, atau setara dengan Rp2,2 miliar,” ujar dia.

Kemudian, Johanis menyebutkan, untuk mengkondisikan putusan, DY mengajak Nurmanto Akmal (NA), selaku staf di kepaniteraan MA. Dari situ, komunikasi dengan Gazalba Saleh (GS) mulai terjadi.

“Dan NA selanjutnya mengkomunikasikan dengan RN (Redhy Novarisza) selaku staf GS dan PN (Prasetio Nugroho) selaku asisten hakim agung GS, dan sekaligus sebagai orang kepercayaan GS yang adalah salah satu hakim agung di Mahkamah Agung RI,” ujar dia lagi.

Akhirnya, Gazalba Saleh pun ditunjuk menjadi hakim anggota untuk kasus kasasi terdakwa Budiman Gandhi Suparman. Dan putusan kasasinya adalah menghukum Budiman dengan lima tahun penjara.

"GS ditunjuk menjadi salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara terdakwa Budiman Gandhi, selama proses kasasi RN dan PN aktif komunikasikan keinginan HT, YP, dan ES terkait pengkondisian putusan, putusan terpenuhi dengan Budiman terbukti bersalah dan dipidana selama 5 tahun," kata dia.

“Dalam mengkondisikan putusan kasasi tersebut, sebelumnya diduga telah ada penerimaan uang pengurusan perkara melalui DY yang diduga uang tersebut dibagi di antara DY, NA, RN, PN, dan GS,” sambung dia.

Pun saat ini, kata Johanis pihaknya masih menelusuri cara para tersangka membagikan uang tersebut. “Berikutnya sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar SGD 202 ribu melalui DY. Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang SGD 202 ribu tersebut dari DY kepada NA, RN, PN dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh Tim Penyidik,” pungkas dia.

Dalam kasus ini, Yosep Parera, Haryanto Tanaka dan Eko Suparno sebagai pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

Sedangkan Gazalba Saleh bersama PN, RN, NA dan DY sebagai penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya